Perang Diponegoro sering dikenal sebagai Perang Jawa. Karena perang meluas dari Yogyakarta ke daerah lain seperti Pacitan, Purwodadi, Banyumas, Pekalongan, Madiun, dan Kertosono. Merupakan perang terbesar bagi Belanda sehingga menguras keuangan yang luar biasa jumlahnya. Korban dari pihak rakyatpun sangat besar, menurut catatan MC Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern (Sejarawan Australia) hampir setengah penduduk Yogyakarta habis karena perlawanan ini
Sebab-Sebab Umum Perang Diponegoro
Sebab umum perang diponegoro adalah:
1. Kekuasaan Raja Mataram semakin lemah, wilayahnya dipecah-pecah.
Karena ulah penjajah, kerajaan Mataram yang besar, di bawah Sultan Agung Hanyokrokusumo, terpecah belah menjadi kerajaan yang kecil. Melalui perjanjian Gianti 1755, kerajaan Mataram dipecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayoyakarta. Dengan perjanjian Salatiga 1757 muncullah kekuasaan baru yang disebut Mangkunegaran dan pada tahun 1813 muncul kekuasaan Pakualam. Kenyataan inilah yang dihadapi oleh Diponegoro.
2. Belanda ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan dan pengangkatan raja pengganti.
Campur tangan yang amat dalam mengenai penggantian tahta dilaksanakan oleh Belanda. Demikian pula mengenai pengangkatan birokrasi kerajaan. Misalnya pengangkatan beberapa pegawai yang ditugaskan untuk memungut pajak.
3. Kaum bangsawan sangat dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil alih oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya.
Telah terjadi kebiasaan bahwa kepada keluarga raja (sentana dalem), memberikan jaminan hidup
berupa tanah apanase, juga kepada pegawai kerajaan (abdi dalem) diberikan gaji berupa tanah lungguh. Pada masa Kompeni maupun masa kolonial Inggris dan Belanda, banyak tanah-tanah
tersebut diambil oleh pemerintah kolonial. Dengan demikian para bangsawan (sentana dalem) dan para abdi banyak yang kehilangan sumber penghasilan. Akibatnya di hati mereka timbul rasa tidak senang karena hak-haknya dikurangi, termasuk hak-hak raja dan kerajaan.
4. Adat istiadat keraton menjadi rusak dan kehidupan beragama menjadi merosot.
Pengaruh Belanda di kraton makin bertambah besar. Adat kebiasaan kraton Yogyakarta seperti menyajikan sirih untuk Sultan bagi pembesar Belanda yang menghadap Sultan, dihapuskan. Pembesar-pembesar Belanda duduk sejajar dengan sultan. Yang paling mengkhawatirkan adalah masuknya minuman keras ke kraton dan beredar di kalangan rakyat.
5. Penderitaan rakyat yang berkepanjangan sebagai akibat dari berbagai macam pajak.
Berbagai macam pajak yang dibebankan pada rakyat penyebab perang diponegoro, antara lain:
- pejongket (pajak pindah rumah)
- kering aji (pajak tanah)
- pengawang-awang (pajak halaman-pekarangan)
- pencumpling (pajak jumlah pintu)
- pajigar (pajak ternak)
- penyongket (pajak pindah nama)
- bekti (pajak menyewa tanah atau menerima jabatan).
Sebab-Sebab Khusus Perang Diponegoro
Adapun sebab-sebab khusus perang Diponegoro adalah rencana pembuatan jalan yang melintasi tanah makam leluhur pengeran Diponegoro tidak meminta ijin terlebih dahulu kepada Pangeran Diponegoro. Sebab yang meledakkan perang ialah provokasi yang dilakukan penguasa Belanda seperti merencanakan pembuatan jalan menerobos tanah Pangeran Diponegoro dan membongkar makam keramat. Sebagai protes patok-patok (tanda dari tongkat kayu pendek) untuk pembuatan jalan dicabut dan diganti dengan tombak-tombak. Residen Smissaert berusaha mengadakan perundingan tetapi, Pangeran Diponegoro tidak muncul, hanya mengirim wakilnya, Pangeran Mangkubumi. Asisten Residen Chevallier untuk menangkap kedua pangeran, digagalkan oleh barisan rakyat di Tegalreja. Mereka telah meninggalkan tempat. Pangeran Diponegoro pindah ke Selarong tempat ia memimpin perang.
Pangeran Diponegoro minta kepada Residen agar Patih Danurejo dipecat. Surat baru mulai ditulis mendadak rumah Pangeran Diponegoro diserbu oleh serdadu Belanda di bawah pimpinan Chevailer. Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo beserta keluarganya. Rumah Pangeran Diponegoro dibakar habis. Dia diikuti oleh Pangeran Mangkubumi. Pergilah mereka ke Kalisoka dan dari sanalah meletus perlawanan Pangeran Diponegoro (20 Juli 1825). Banyak para pangeran dan rakyat menyusul Pangeran Diponegoro ke Kalisoka untuk ikut melakukan perlawanan dengan berlandaskan tekad perang suci membela agama Islam (Perang Sabil) menentang ketidakadilan. Dari Kalisoka pengikut Pangeran Diponegoro tersebut dibawa ke Goa Selarong, jaraknya 7 pal (13 km) dari Yogyakarta. Pasukan Belanda yang mengejar Pangeran Diponegoro dapat dibinasakan oleh pasukan Pangeran
Diponegoro di bawah pimpinan Mulya Sentika. Yogyakarta menjadi kacau, prajurit Belanda dan Sultan Hamengku Buwana V menyingkir ke Benteng Vredenburg.
Taktik yang diterapkan Pangeran Diponegoro dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda adalah taktik perang gerilya. Pangeran Diponegoro dan pasukannya selalu berpindah-pindah tempat persembunyian. Adapun tempat persembunyian utamanya adalah di Goa Selarong.Jalannya Perlawanan Perang Diponegoro
Hal yang menjadi sebab utama perlawanan Pangeran Diponegoro adalah adanya rencana pembuatan jalan yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Dalam perang tersebut, Pangeran Diponegoro mendapatkan dukungan dari rakyat Tegalrejo, dan dibantu Kyai Mojo, Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasyah Prawirodirjo, dan Pangeran Dipokusumo. Pada tanggal 20 Juli 1825, Belanda bersama Patih Danurejo IV mengadakan serangan ke Tegalrejo. Dari Selarong, tentara Diponegoro mengepung kota Yogyakarta sehingga Sultan Hamengku Buwana V yang masih kanak-kanak diselamatkan ke Benteng Belanda.
Kyai Maja seorang penasihat Perang Diponegoro, beliau seorang ulama dari daerah Surakarta, meninggal pada tanggal 20 Desember 1849 di Tondano
Diponegoro meluas sampai di Banyuwangi, Kedu, Surakarta, Semarang, Demak, dan Madiun. Kemenangan yang diperoleh Diponegoro membakar semangat rakyat sehingga banyak yang menggabungkan diri. Bupati daerah dan bangsawan kraton banyak juga yang memihak kepadanya. Misalnya Bupati Madiun, Bupati Kertosono, Pangerang Serang, dan Pangeran Suriatmojo dari Banyumas. Di Plered, Pangeran Diponegoro sempat dinobatkan menjadi sultan dengan gelar Sultan Abdul Hamid Herucakra Amirul Mukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa, berpusat di Plered. Tanggal 9 Juni 1862 Plered diserbu Belanda. Pertahanan dipimpin oleh Kerta Pengalasan. Dalam perang tersebut, Pangeran Diponegoro dibantu seorang yang gagah berani, bernama Sentot dengan gelar Alibasyah Prawirodirjo, putra dari Bupati Madiun Raden Ronggo Prawirodirjo. Dari Plered, pertahanan Pangeran Diponegoro dipindahkan lagi ke Deksa.
Sentot Ali Basyah seorang kepala pasukan Diponegoro yang terkenal menyerah pada tahun 1829 dan meninggal pada tanggal 17 April 1855 di BengkuluBelanda mengalami kesulitan dalam menghadapi pasukan Diponegoro. Belanda terpaksa mendatangkan pasukan tambahan dari negeri Belanda. Namun, pasukan tambahan Belanda tersebut dapat dihancurkan oleh pasukan Diponegoro. Akibat berbagai kekalahan perang pada periode tahun 1825 – 1826 Belanda pada tahun 1827 mengangkat Jenderal De Kock menjadi panglima seluruh pasukan Belanda di Jawa. Belanda menggunakan siasat perang baru yang dikenal dengan ”Benteng Stelsell”, yaitu setiap daerah yang dikuasai didirikan benteng untuk mengawasi daerah sekitarnya.
Antara benteng yang satu dan benteng lainnya dihubungkan oleh pasukan gerak cepat. Benteng Stelsell atau Sistem Benteng ini mulai dilaksanakan oleh Jenderal De Kock pada tahun 1827. Tujuannya adalah untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dengan jalan mendirikan pusat-pusat pertahanan berupa bentengbenteng di daerah-daerah yang telah dikuasainya.
Gerak pasukan pos pertahanan Diponegoro berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Menghadapi perlawanan Diponegoro yang kuat dan menyulitkan ini, kemudian Belanda segera mendatangkan bala bantuan dan terutama pasukan dari Sumatra Barat. Untuk menghadapi perlawanan Diponegoro, itu Belanda menerapkan sistem Benteng Stelsel (setiap daerah yang sudah berhasil diduduki Belanda, dibangun benteng pertahanan, dan antar benteng pertahanan ada jalan/jalur penghubungnya). Dari benteng yang satu ke benteng yang lain ditempatkan atau dihubungkan dengan pasukan gerak cepat. Hal dimaksud untuk memutus jaringan kerja sama pasukan Diponegoro. Tujuan dari strategi benteng stelsel untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dan memberikan tekanan agar pasukan Diponegoro segera menyerah.
Dalam perang Diponegoro, Belanda mengalami banyak kesulitan. Bahkan Belanda mengakui perang Diponegoro merupakan perang terberat dan memakan biaya yang besar. Belanda menggunakan siasat benteng stelsel dalam melumpuhkan perlawanan Pangeran Diponegoro.
Tujuan dari sistem benteng stelsel adalah:
1. Mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro.
2. Memecah belah pasukan Diponegoro.
3. Mencegah masuknya bantuan untuk pasukan Diponegoro.
4. Bagi Belanda sendiri dapat memperlancar hubungan antara Belanda jika mendapat serangan dari pasukan Diponegoro.
5. Memperlemah pasukan Diponegoro.
Sistem benteng stelsel ternyata belum berhasil mematahkan perlawanan Diponegoro. Namun dengan strategi benteng stelsel sedikit demi sedikit perlawanan Diponegoro dapat diatasi. Dalam tahun 1827 perlawanan Diponegoro di beberapa tempat berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda. Para pernimpin pasukan Diponegoro banyak yang ditangkap. Tetapi perlawanan rakyat masih terjadi di beberapa tempat. Untuk mempercepat selesainya perlawanan Diponegoro, maka Belanda mengumumkan pemberian hadiah 20.000 ringgit kepada siapa yang dapat menyerahkan Pangeran Diponegoro, hidup atau mati. Namun tidak ada tanggapan dari rakyat. Kemudian Belanda mendatangkan pasukan dari daerah lain dan membujuk para pembantu Diponegoro untuk menyerah. Dengan siasat itu, para pembantu Pangeran Diponegoro sebagian menyerah, tetapi belum berhasil menangkap Pangeran Diponegoro. Belanda menggunakan siasat baru dengan sayembara, tetapi juga belum berhasil.
Belanda kemudian menempuh cara lain dan akhirnya Belanda mengeluarkan jurus liciknya Jenderal De Kock menggunakan siasat tipu muslihat melalui perundingan. Pada tanggal 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro bersedia hadir untuk berunding di rumah Residen Kedu di Magelang. Dalam perundingan itu Pangeran Diponegoro ditangkap. Setelah ditangkap Pangeran Diponegoro dibawa ke Semarang, kemudian diasingkan ke Batavia/Jakarta. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1830 dipindah lagi ke Manado. Pada tahun 1834 pengasingannya dipindah lagi ke Makassar sampai Pangeran Diponegoro meninggal dunia pada usia 70 tahun tepatnya tanggal 8 Januari 1855.
Untuk menambah wawasan kita, Mari kita pelajari juga biografi Pangeran Diponegoro berikut ini:
Nama ketika kecil Pangeran Diponegoro : Pangeran Ontowiryo
Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 11 November 1785
Wafat : Makasar, 8 Januari 1855
Ayah : Sultan Hamengkubuwono III
Ibu : R.A Mangkarawati
Saudara Kandung : Hamengkubuwono IV
Keponakan : Hamengkubuwono V, Hamengkubuwono VI
Pasangan / Istri :
1. B.R.A. Retna Madubrangta puteri kedua Kyai Gedhe Dhadhapan;
2. R.A. Supadmi yang kemudian diberi nama R.A. Retnakusuma, putri Raden Tumenggung Natawijaya III, Bupati Panolan, Jipang;
3. R.A. Retnadewati seorang putri Kyai di wilayah Selatan Jogjakarta;
4. R.Ay. Citrawati, puteri Raden Tumenggung Rangga Parwirasentika dengan salah satu isteri selir;
5. R.A. Maduretno, putri Raden Rangga Prawiradirjo III dengan Ratu Maduretna (putri HB II), R.A Maduretna saudara seayah dengan Sentot Prawiradirdja, tetapi lain ibu;
6. R.Ay. Ratnaningsih putri Raden Tumenggung Sumaprawira, bupati Jipang Kepadhangan;
7. R.A. Retnakumala putri Kyahi Guru Kasongan;
8. R.Ay. Ratnaningrum putri Pangeran Penengah atau Dipawiyana II.
9. Syarifah Fathimah Wajo putri Datuk Husain (Wanita dari Wajo, Makassar)
Semoga bermanfaat :)
0 Response to "Perang Diponegoro (Sebab Umum dan Khusus Perang Diponegoro, Benteng Stelsel | Biografi Pangeran Diponegoro)"
Posting Komentar