Perlawanan Rakyat Banten / Sultan Ageng Tirtayasa Terhadap VOC

Perlawanan Banten terhadap VOC terasa semakin menjadi ketika Banten dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa. Sejak abad ke-16, Kesultanan Banten sudah menjadi salah satu pusat perdagangan dunia. Kedatangan kali pertama VOC ke Banten yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman, mendapat kecurigaan dari rakyat Banten. VOC sering melakukan keonaran dan kekerasan, sehingga timbullah permusuhan di antara keduanya. Permusuhan ini semakin meningkat pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1682) dan setelah dikuasainya Jayakarta (Batavia) oleh VOC pada 1619.
Perlawana rakyat banten dipimpin oleh sultan ageng tirtayasa di batavia
Pasukan Banten yang dipimpin Sultan Ageng yang menyerang Belanda di Batavia.
    Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abdul Fatah yang dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa (1650–1682). Sultan Ageng Tirtayasa mengadakan perlawanan terhadap VOC (1651), karena menghalang-halangi perdagangan di Banten. VOC dalam menghadapi Sultan Ageng Tirtayasa menggunakan politik devide et impera, yaitu mengadu domba antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya yang bernama Sultan Haji yang dibantu oleh VOC. Dalam pertempuran ini Sultan Ageng Tirtayasa terdesak dan ditangkap. Perlawanan Sultan Ageng dapat dilumpuhkan setelah VOC di bawah Jan Pieterszoon Coen melakukan politik adu domba terhadap putra mahkota kerajaan, yaitu Sultan Haji. Akhirnya, terjadi pertentangan antara ayah dan anak. Sultan Haji mendapat bantuan VOC untuk menurunkan ayahnya dari takhta kesultanan. Kemudian Sultan Haji (putera Sultan Agung Tirtayasa) diangkat menjadi Sultan menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa. Pada Tahun 1750 meletus gerakan perlawanan terhadap pemerintahan Sultan Haji yang dipimpin Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Perlawanan dapat dipadamkan berkat bantuan VOC.
Setelah pertempuran selesai,
Sultan Haji melakukan perundingan dengan VOC yang isinya mengharuskan Banten menyerahkan beberapa bagian daerah kekuasaannya yaitu:
1. Sultan Haji harus mengganti biaya perang.
2 Banten harus mengakui di bawah kekuasaan VOC.
3. Kecuali VOC, pedagang lain dilarang berdagang di Banten.
4. Kepulauan Maluku tertutup bagi pedagang Banten.

Sultan Ageng Tirtayasa
    Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai nama asli Abu’l Fath Abdul Fattah. Beliau lahir di Banten pada tahun 1631. Beliau diangkat menjadi Raja Banten pada usia 20 tahun. Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai raja yang sangat gigih menentang VOC. Sultan Ageng merupakan musuh VOC yang tangguh. Pihak VOC ingin mendapatkan monopoli lada di Banten. Pada tahun 1656 pecah perang. Banten menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC memblokade pelabuhan. Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai. VOC mencari siasat memecah belah dengan memanfaatkan konflik internal dalam keluarga Kerajaan Banten.
Gambar Sultan Ageng Tirtayasa
     Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan Haji (1682 – 1687) sebagai raja di Banten. Sultan Ageng dan Sultan Haji berlainan sifatnya. Sultan Ageng bersifat sangat keras dan anti-VOC sedang Sultan Haji lemah dan tunduk pada VOC. Maka ketika Sultan Haji menjalin hubungan dengan VOC, Sultan Ageng menentang dan langsung menurunkan Sultan Haji dari tahtanya. Namun, Sultan Haji menolak untuk turun dari tahta kerajaan. Untuk mendapatkan tahtanya kembali, Sultan Haji meminta bantuan pada VOC. Pada tanggal 27 Februari 1682 pasukan Sultan Ageng menyerbu Istana Surosowan di mana Sultan Haji bersemayam. Namun mengalami kegagalan karena persenjataan Sultan Haji yang dibantu VOC lebih lengkap. Tahun 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap, dan Sultan Haji kembali menduduki tahta Banten. Meskipun Sultan Ageng telah ditangkap, perlawanan terus berlanjut di bawah pimpinan Ratu Bagus Boang dan Kyai Tapa.
Baca juga: Perlawanan Rakyat Mataram Terhadap VOC, semoga bermanfaat :)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perlawanan Rakyat Banten / Sultan Ageng Tirtayasa Terhadap VOC"

Posting Komentar