Integrasi dan Lepasnya Timor Timur dari NKRI

Integrasi Timor Timur dan Lepasnya Timor Timur dari Indonesia - Sesuai dengan politik dekolonisasi, Gubernur Portugal di Timor Timur Kolonel Fernando Alves Aldeia mengumumkan bahwa Portugis akan mengadakan referendum (pemilihan umum) di Timor Timur. Untuk persiapan, maka rakyat diberi kebebasan membentuk partaipartai. Oleh karena itu berdirilah tiga partai politik antara lain: UDT, ASDT, AITI Keinginan rakyat Timor Timur untuk bersatu dengan Indonesia dituangkan dalam petisi Rakyat Timor Timur yang disampaikan kepada pemerintah Republik Indonesia. Petisi ini ditandatangani oleh gubernur PSTT dan ketua DPR Timor Timur pada tanggal 31 Mei 1976.

Isinya mendesak pemerintah Republik Indonesia agar dalam waktu yang sesingkatsingkatnya menerima dan mengesahkan integrasi rakyat dan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sepenuhnya tanpa referendum. Pada tanggal 7 Juni 1976 Petisi Rakyat Timor Timur itu diterima oleh Presiden Suharto di Jakarta.

1. Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam NKRI

Pada tanggal 22 Juni 1976 pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 113 tahun 1976 tentang pembentukan delegasi Pemerintah Republik Indonesia ke Timor Timur. Tugasnya adalah menyaksikan dan berusaha mengetahui kenyataan yang sebenarnya tentang kehendak rakyat Timor Timur.

Pada tanggal 23 Juni 1976, Presiden Suharto mengirimkan delegasi pemerintah Republik Indonesia ke Timor Timur. Delegasi berjumlah 36 orang, ditambah 11 perwakilan asing, dan 40 orang wartawan dalam dan luar negeri, di bawah pimpinan Menteri Dalam Negeri, Amir Machmud.


Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam NKRI

Selesai melaksanakan tugasnya, pada tanggal 26 Juni 1976 delegasi itu menyampaikan laporan kepada Presiden RI yang pada dasarnya menyatakan bahwa rakyat Timor Timur dengan penuh keyakinan dan kesadaran menghendaki berintegrasi dengan Indonesia, tanpa referendum, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Setelah menerima laporan delegasi yang meyakinkan itu, pada tanggal 3 Juni 1976 pemerintah RI menyampaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan. Pada tanggal 15 Juli 1976 RUU itu mendapat persetujuan dari DPR RI. Selanjutnya pada tanggal 17 Juli 1976 Presiden mengesahkan dan mengundangkan (mengumumkan) RUU menjadi Undang-Undang No. 7 tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Timor Timur. Pada tanggal itu juga UU tersebut disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Timor Timur, Arnaldo Dos Reis Araujo. Timor Timur menjadi provinsi ke-27 dalam lingkungan negara Kesatuan Republik Indonesia, selanjutnya dikukuhkan dengan suatu ketetapan, yakni Ketetapan MPR No.VI/MPR/1978.

2. Timor Timur Lepas dari NKRI

Pemerintah Indonesia segera melaksanakan pembangunan di berbagai bidang di Timor Timur. Namun pertikaian antarkelompok yang berbeda di dalam masyarakat Timor Timur ternyata belum dapat diselesaikan. Kelompok antiintegrasi yang dipimpin oleh Fretilin terus melakukan perjuangan bersenjata dan diplomasi baik di dalam maupun luar negeri. Di forum PBB integrasi Timor Timur belum diakui.

Pada masa pemerintahan B.J. Habibie, bulan Mei 1999 Indonesia menerima usul PBB untuk melakukan jajak pendapat mengenai Timor Timur. Jajak pendapat dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET (United Nations Mission for East Timor) dan diikuti oleh penduduk Timor Timur baik yang berada di wilayah RI maupun di luar negeri. Menurut hasil yang diumumkan di New York dan Dili tanggal 4 September 1999, 78,5% penduduk Timor Timur menyatakan menolak dengan akibat pemisahan dari Indonesia dan 21,5% menerima otonomi luas yang ditawarkan Indonesia.

Timor Timur Lepas dari NKRI

Hasil jajak pendapat menimbulkan rasa tidak puas pada sebagian penduduk, sehingga menimbulkan kerusuhan. Akhirnya PBB mengirim pasukan internasional yang dipimpin Australia. Pasukan tersebut dinamakan INTERFET (International Force for East Timor). Kedudukan Timor Timur sebagai provinsi ke-27 dicabut oleh MPR dengan Tap MPR No. V/ MPR/1999. Dengan demikian Tap MPR No. VI/MPR/1978 dinyatakan tidak berlaku lagi. Akhirnya Timor Timur merdeka pada tanggal 20 Mei 2002 dengan nama Timor Leste.


-----------------------------------------------------------
Sebelum berintegrasi dengan Indonesia, di Timor Timur (1974) terbentuk organisasi politik, di antaranya Associacao Social Democratica Timorense (ASDT) yang kemudian berubah menjadi Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente (Fretilin), Uniao Democratica Timorense (UDT), Associacao Popular Democratica de Timor (Apodeti), Associacao Integracao Timor Indonesia (AITI), Klibun Oan Timor Aswain (KOTA), Associacao Democratica Integracao Timor Leste Australia (ADITLA), dan Trabalhista. Setiap partai politik ini mewakili ideologi politik serta tujuan yang berbeda.

Perbedaan ideologi politik menyebabkan perang saudara sejak Agustus 1975. Pada 28 November 1975, Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor Timur dan berdirinya sebuah Republik Demokrasi Timor Timur. Namun, proklamasi itu tidak mendapat dukungan, baik dari masyarakat Timor Timur maupun dunia inter nasional.

UDT, Apodeti, KOTA, dan Trabalhista menyampaikan proklamasi tandingan di Balibo pada 30 November 1975 yang berisi keinginan Timor Timur untuk berintegrasi dengan Republik Indonesia. Pada 7 Desember 1975, Kota Dili berhasil diduduki kelompok pendukung integrasi yang mendapat bantuan militer dari Indonesia melalui Operasi Seroja.

Kelompok pendukung integrasi yang terdiri atas Arnaldo dos Reis Araujo yang mewakili Apodeti,
Fransisco Xavier Lopez da Cruz yang mewakili UDT, Thomas Diaz Xemenes yang mewakili KOTA, dan Domingus C. Pareira yang mewakili Trabalhista sepakat membentuk Pemerintahan Sementara Timor Timur (PSTT) pada 17 Desember 1975. Adapun pemerintahan Sementara Timor Timur (PSTT) dipimpin oleh Arnaldo dos Reis Araujo. Setelah itu, pada Mei 1976, DPRD Timor Timur secara resmi menerima Petisi Integrasi Timor Timur dengan Republik Indonesia dari masyarakat Timor Timur pro-integrasi.

Timor Timur akhirnya secara resmi menjadi sebuah provinsi dari Republik Indonesia setelah UU No. 7 tahun 1976 disahkan oleh DPR pada 17 Juli 1976. Ketentuan ini, kemudian diperkuat oleh Ketetapan MPR No.VI/MPR/1978 pada 22 Maret 1978.

Pada 27 Januari 1999, Presiden B.J. Habibie menawarkan pilihan, antara pemberian otonomi khusus kepada Timor Timur di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia atau me misahkan diri dari Indonesia. Melalui perundingan yang disponsori oleh PBB, akhirnya pada 5 Mei 1999 di New York di tanda tangani kesepakatan tripartit antara Indonesia, Portugal, dan PBB untuk melakukan jajak pendapat mengenai status masa depan Timor Timur. Pihak Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri Ali Alatas, pihak Portugal diwakili oleh Menteri Luar Negeri Jaime Gama, dan pihak PBB diwakili oleh Sekjen PBB Kofi Annan.

Pada 11 Juni 1999, Dewan Keamanan PBB membentuk sebuah misi perdamaian untuk Timor Timur atau United Nation Mission for East Timor (UNAMET). Misi PBB ini bertugas melaksanakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur, baik yang berada di Timor Timur maupun di negara-negara lain. Jajak pendapat diseleng garakan pada 30 Agustus 1999. Hasilnya diumumkan oleh Sekjen PBB Kofi Annan pada 4 September 1999. Kubu Pro–Kemerdekaan memperoleh 78,5% suara, sedangkan dari Kubu Pro-Integrasi memperoleh 21,5% suara. Meskipun hasil ini diprotes oleh Kubu Prointegrasi, PBB tetap mengesahkan.

Kemerdekaan bagi rakyat Timor Timur akhirnya secara resmi disahkan pada 19 Oktober 1999 dalam rapat paripurna ke-12 Sidang Umum MPR. Pengesahan ini berdasarkan pada Ketetapan MPR No. V/MPR/1999 tentang Penentuan Jajak Pendapat di Timor Timur. Pada sidang ke-54 tanggal 17 Desember 1999, Majelis Umum PBB di New York secara bulat memutuskan menerima resolusi yang diajukan Indonesia dan Portugal untuk menghapus masalah Timor Timur dari agenda PBB.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Integrasi dan Lepasnya Timor Timur dari NKRI"

Posting Komentar