Pemberontakan Permesta, Pemberontakan Kahar Muzakar & Pemberontakan Daud Beureueh

Pemberontakan Permesta (Piagam Perjuangan Rakyat Semesta)

Pemberontakan ini meletus di Indonesia bagian timur yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah yang sebelumnya sudah dibentuk Dewan Manguni. Pelopornya adalah Kolonel Vence Sumual. Pada tanggal 1 Maret 1957 Vence Sumual memproklamasikan berdirinya Permesta, sedangkan pada tanggal 17 Februari 1958 Letkol D.J.Somba, Komandan Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah menyatakan diri putus dengan pemerintaha pusat dan mendukung PRRI.

Usaha untuk mencegah dan menumpas pemberontakan Permesta dengan cara sebagai berikut.
1. Usaha damai dengan mengirim misi yang dipimpin oleh Maengkom.
2. Membentuk Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat. Operasi ini terdiri dari beberapa bagian yaitu: Operasi Saptamarga I-IV dan Operasi Mena I-II.
  • Operasi Saptamarga I dipimpin oleh Letkol Sumarsono dengan daerah sasaran Sulawesi Utara bagiah Tengah.
  • Operasi Saptamarga II dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
  • Operasi saptamarga III dipimpin oleh Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah utara Manado.
  • Operasi Saptamarga IV dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat dengan sasaran Sulawesi Utara.
  • Operasi Mena I dipimpin oleh Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
  • Operasi Mena II dipimpin oleh Letkol KKO Hunholz untuk merebut Bandara Morotai di sebelah utara Halmahera.


Pemberontakan Kahar Muzakar

Kahar Muzakar menghimpun dan memimpin bekas pejuang kemerdekaan serta laskar-laskar dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Semula, Kahar Muzakar adalah Komandan Tentara Republik Indonesia (TRI) Persiapan Resimen Hasanuddin yang bermarkas di Yogyakarta. Ia pulalah, bersama Andi Matalata dan M. Saleh Lahade yang merintis pembentukan TRI di Sulawesi. Pada tanggal 30 April 1950 ia mengirim surat kepada pemerintah dan pimpinan APRIS yang berisi tuntutan agar semua anggota KGSS dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin.
Tentu, tuntutan ini ditolak oleh pemerintah karena demi profesionalisme angkatan perang, pemerintah menerapkan seleksi yang ketat. Hanya yang lulus penyaringan yang bisa diterima sebagai anggota APRIS.
Pemberontakan Kahar Muzakar
Ada dua solusi yang ditawarkan pemerintah, yaitu menyalurkan eks gerilyawan itu ke dalam Korps Cadangan Nasional dan memberi pangkat acting Letnan Kolonel kepada Kahar Muzakar. Namun,
saat akan dilantik tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar bersama anak buahnya melarikan diri ke hutan dengan membawa peralatan dan senjata yang baru didapatkannya. Pada tahun 1952 ia menyatakan daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian dari NII pimpinan Kartosuwirjo. Penguasaan medan dan dukungan persenjataan membuat gerakan Kahar Muzakar sulit dijinakkan. Akhirnya, setelah lebih kurang 14 tahun bergerilya Kahar Muzakar berhasil ditangkap pada bulan Februari 1965 oleh pasukan Divisi Siliwangi. Gerakan Kahar Muzakar praktis bisa dipadamkan setelah pembantu utamanya Gerungan juga berhasil ditangkap pada bulan Juli 1965.


Pemberontakan Daud Beureueh

Di Aceh muncul pula gerakan Mohammad Daud (karena ia lahir tanggal 17 September 1899 di Dusun Beureueh, Aceh, Pidie, ia dikenal Daud Beureueh). Pada tanggal 21 September 1953 ia memproklamasikan bahwa Aceh adalah bagian dari Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Latar belakang gerakan ini adalah akumulasi kekecewaan kepada pemerintah pusat. Dahulu, berdasar Ketetapan Pemerintah Darurat RI No. 8/Des/WKPH tanggal 17 Desember 1949 yang ditandatangani Sjafruddin Prawiranegara (Presiden PDRI), Aceh merupakan provinsi dengan gubernur militernya Daud Beureueh. Namun, pada tanggal 8 Agustus 1950 Dewan Menteri RIS memutuskan bahwa wilayah Indonesia terbagi menjadi sepuluh daerah provinsi. Provinsi Aceh dilikuidasi menjadi satu kesatuan di dalam Provinsi Sumatra Utara.
Pemberontakan Daud Beureueh
Rakyat Aceh yang mempunyai andil besar saat-saat awal berdirinya Republik Indonesia pun melawan. Apalagi janji penerapan syariat Islam yang pernah diucapkan Presiden Ir. Soekarno saat berkunjung ke Aceh tanggal 16 Juni 1949, tidak pernah ditepati. Dari situlah, kita merunut munculnya pergolakan di Aceh, bahkan hingga kini. Oleh karena itu, pemerintah praktis tidak bisa menyelesaikan pergolakan di Aceh secara tuntas. Daud Beureueh sendiri akhirnya mau turun gunung dan mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh tanggal 17–28 Desember 1962. Pergolakan mulai surut setelah Daud Beureueh kembali ke tengah-tengah masyarakat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pemberontakan Permesta, Pemberontakan Kahar Muzakar & Pemberontakan Daud Beureueh "

Posting Komentar