Pemberontakan G 30 S/PKI dan Cara Penumpasannya (Latar Belakang, Korban, Dampak)

Latar Belakang Pemberontakan G 30 S/PKI

Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 me mungkinkan Partai Komunis Indonesia (PKI) pimpian D.N. Aidit memperluas pengaruhnya dalam percaturan politik di Indonesia. PKI dan para pendukungnya melakukan serangan-serangan, baik secara politis maupun ke kerasan terhadap individu atau kelompok tertentu yang dianggap lawan dan antikomunis. Misalnya, andil PKI di balik pembubaran partai lawan politiknya, yaitu Masyumi, PSI, dan Partai Murba oleh Presiden Soekarno, tuntutan pembubaran organisasi seniman yang menandatangani Manifesto Kebudayaan, peristiwa penyerangan terhadap organisasi Pelajar Islam Indonesia (PPI) di Kanigoro, Kediri pada 13 Januari 1965, dan peristiwa Bandar Betsi di Sumatra Utara pada 14 Mei 1965.

Kegiatan dan perluasan pengaruh komunis menimbulkan kecurigaan kelompok antikomunis sehingga menimbulkan persaingan para elite politik nasional. Kecurigaan dan persaingan semakin meningkat ketika muncul isu adanya Dewan Jenderal di TNI Angkatan Darat. Isu ini muncul dengan ditemukannya Dokumen Gilchrist di kediaman Bill Palmer yang isinya menyebut istilah our local army friends.

Menurut PKI, Dewan Jenderal TNI Angkatan Darat yang dituduh sebagai our local army friends akan mengadakan kudeta dengan bantuan agen Nekolim (Neo Kolonialisme) Amerika Serikat dan Inggris pada ulang tahun ABRI, 5 Oktober 1965. Tuduhan ini dijawab secara resmi oleh Menpangad Letjen. Ahmad Yani dengan menyebutkan bahwa di TNI AD tidak ada Dewan Jenderal, tetapi hanya ada Wanjakti (Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi) yang bertugas memberikan saran-saran kepada Menpangad tentang jabatan dan kepangkatan para perwira tinggi di lingkungan TNI AD.

Di tengah ketegangan dan persaingan politik tersebut, pada Juli 1965 muncul berita tentang mem buruk nya kesehatan Presiden Soekarno. Ketegangan dan persaingan politik antara Angkatan Darat dan PKI semakin memuncak ketika pada 27 September 1965, TNI AD secara resmi mengumumkan penolakan terhadap penerapan prinsip Nasionalisme, Agama, dan Komunis (Nasakom) ke dalam jajaran TNI dan pembentukan “angkatan kelima” yang digagas D.N. Aidit pada 14 Januari 1965.


Masa Meletusnya Pemberontakan G 30 S/PKI

Pada hari Kamis malam, tanggal 30 September 1965 PKI mulai melancarkan gerakan perebutan kekuasaan dengan nama Gerakan 30 September atau kemudian dikenal dengan G 30 S/PKI. Gerakan PKI secara militer dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Sutopo, komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden dan mulai bergerak dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Enam orang perwira tinggi dan seorang perwira pertama Angkatan Darat dibunuh dan atau diculik dari tempat kediaman masing-masing.

Mereka diculik kemudian dibunuh secara kejam oleh anggota-anggota Pemuda Rakyat, Gerwani, dan ormas PKI yang telah menunggu di Lubang Buaya, sebuah desa yang terletak di sebelah selatan lapangan terbang Halim Perdanakusumah, Jakarta. Bersama-sama dengan para korban lainnya yang telah dibunuh di tempat kediaman mereka, jenazah dimasukkan ke dalam sebuah lubang sumur tua di desa tersebut.
Sumur Lubang Buaya - Pemberontakan G 30 S PKI
Berikut ini para korban keganasan PKI.
a. Di Jakarta
  1. Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
  2. Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
  3. Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
  4. Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
  5. Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
  6. Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.
  7. Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
  8. Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
b. Di Yogyakarta
  1. Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
  2. Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.

Jenderal Abdul Haris Nasution, pada waktu itu Menteri Kompartemen Hankam/Kepala Staf Angkatan Bersenjata, yang menjadi sasaran utama berhasil meloloskan diri dari usaha penculikan, tetapi putri beliau,Ade Irma Suryani Nasution, tewas akibat tembakan-tembakan para penculik. Letnan Satu Piere Tendean, ajudan Jenderal A.H. Nasution adalah perwira pertama juga menjadi korban dalam peristiwa ini. Dalam usaha penculikan tersebut, tewas pula Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah Wakil Perdana Menteri II Dr.J.Leimena yang berdampingan dengan rumah Jenderal A.H. Nasution. Bersama pengawalpengawal lainnya, Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun mengadakan perlawanan ketika mereka akan diamankan para penculik sebelum memasuki rumah Jenderal A.H. Nasution.

PKI dengan G 30 S/PKI-nya dalam usaha melumpuhkan kekuatan ABRI di Jawa Tengah, terutama TNI-AD juga mengadakan gerakan yang sama menculik pimpinan teras TNI-AD di Jawa Tengah. Komando Korem 072 dan Kepala Staf Korem 072, Kolonel Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto, diculik di rumah dan di markas Korem 072 Yogyakarta. Kedua tokoh TNI tersebut kemudian dibawa ke markas batalyon “L” di desa Kentungan sebelah utara kota Yogyakarta. Setelah disiksa secara keji dan biadab tanpa mengenal nilai kemanusiaan akhirnya dibunuh.

Pada Jumat pagi, tanggal 1 Oktober 1965, “Gerakan 30 September “, telah berhasil menguasai dua buah sarana komunikasi yang vital, yaitu studio RRI pusat dan kantor PN Telekomunikasi, Jakarta. Melalui RRI tersebut G 30 S/PKI mengumumkan beberapa hal di antaranya adalah sebagai berikut.
  • Pada pukul 07.20 dan diulang pada pukul 08.15, disiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September telah melakukan tindakan yang ditujukan kepada “Jenderal-jenderal anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan perebutan kekuasaan terhadap pemerintah”.
  • Siang harinya, pukul 13.00 kembali disiarkan sebuah dekrit tentang pembentukan Dewan Revolusi di pusat dan di daerah-daerah serta pendemisioneran kabinet Dwikora..
  • Pada pukul 14.00 diumumkan susunan Dewan Revolusi yang terdiri dari 45 orang dan diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.

Masa Pasca G 30 S/PKI

Karena Presiden Sukarno berada di lapangan terbang Halim Perdanakusuma yang dikuasai Gerakan 30 September, sehingga tidak dapat dimintai atas petunjuk atau pemerintahannya, maka Panglima Kostrad memutuskan untuk segera menumpas gerakan. Keputusan tersebut diambil dengan keyakinan bahwa Gerakan 30 September pada hakikatnya adalah suatu pemberontakan, terutama setelah adanya siaran pengumuman dekrit Dewan Revolusi dan pendemisioneran Kabinet Dwikora melalui radio.

Penumpasan G 30 S/PKI

Pada tanggal 2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil semua panglima angkatan ke Istana Bogor. Dalam pertemuan tersebut Presiden Soekarno mengemukakan masalah penyelesaian peristiwa G 30 S/PKI. Dalam rangka penjelasan G 30 S/PKI, presiden menetapkan kebijaksanaan berikut.

a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto

Berikut ini penumpasan G 30 S/PKI dari aspek militer.
Untuk menumpas kekuatan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Setelah berhasil menghimpun pasukan lain termasuk Di isi Siliwangi dan Ka eleri, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, Panglima Kostrad, mulai memimpin operasi penumpasan.
a. Pada tanggal 1 Oktober 1965, beberapa tempat penting seperti RRI dan Telkom telah dapat diambil alih oleh pasukan RPKAD tanpa pertumpahan darah.
b. Pada hari yang sama, Mayjen Soeharto mengumumkan beberapa hal penting berikut melalui RRI.
  • Penumpasan G 30 S/PKI oleh angkatan militer.
  • Dewan Re olusi Indonesia telah demisioner.
  • Menganjurkan kepada rakyat agar tetap tenang dan waspada.
c. Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD berhasil menguasai kembali Bandara Halim Perdanakusuma.
d. Pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk anggota polisi yang bernama Sukitman berhasil ditemukan sumur tua yang digunakan untuk menguburkan jenazah para perwira AD.
e. Pada tanggal 5 Oktober 1965, jenazah para Jenderal AD dimakamkan dan mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.

Untuk menumpas G 30 S/PKI di Jawa Tengah, diadakan operasi militer yang dipimpin oleh Pangdam VII, Brigadir Suryo Sumpeno. Penumpasan di Jawa Tengah memakan waktu yang lama karena daerah ini merupakan basis PKI yang cukup kuat dan sulit mengidentifikasi antara lawan dan kawan. Untuk mengikis sisa-sisa G 30 S/PKI di beberapa daerah dilakukan operasi-operasi militer berikut.
a. Operasi Merapi di Jawa Tengah oleh RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
b. Operasi Trisula di Blitar Selatan dipimpin Kolonel Muh. Yasin dan Kolonel Wetermin.
Akhirnya dengan berbagai operasi militer, pimpinan PKI D.N. Aidit dapat ditembak mati di Boyolali dan Letkol Untung Sutopo ditangkap di Tegal.

 --#--
Penculikan dan pembunuhan para jenderal oleh PKI segera tersiar. Panglima Komando Strategi Cadangan TNI AD (Pangkostrad) Mayjen Soeharto segera mengambil alih komando TNI AD. Sesuai tradisi di lingkungan TNI AD apabila Men/Pangad berhalangan segera digantikan oleh Pangkostrad. Mayjen Soeharto mengoordinasi penumpasan mulai tanggal 1 Oktober 1965. Pasukan Resimen Para Komando TNI Angkatan Darat (RPKAD) dipimpin Letkol Sarwo Edhie Wibowo merebut RRI
dan gedung Telekomunikasi. Jakarta dengan mudah bisa direbut TNI.

Mayjen Soeharto kemudian mengumumkan telah terjadinya perebutan kekuasaan oleh Gerakan 30 September. Pengumuman dilakukan pukul 20.00 WIB tanggal 1 Oktober 1965. Beliau juga mengumumkan bahwa Presiden Soekarno dan Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution dalam keadaan selamat.

Antara Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan kepolisian sepakat untuk menumpas G 30 S. Operasi kemudian dilanjutkan ke kawasan Halim Perdanakusuma. Kawasan ini merupakan basis PKI yang pernah digunakan untuk melatih Gerwani dan Pemuda Rakyat. Kawasan ini dengan mudah dikuasai kembali pukul 06.10 tanggal 2 Oktober 1965.

Operasi kemudian dilanjutkan untuk menemukan jenderal-jenderal korban penculikan. Jenazah keenam perwira TNI AD ditemukan di dalam sumur tua di Lubang Buaya. Penemuan ini berkat petunjuk Ajun Brigadir Polisi Sukitman yang berhasil meloloskan diri dari penculikan PKI. Setelah disemayamkan di Markas Besar TNI AD, jenazah keenam pimpinan TNI AD tersebut dimakamkan di Kalibata bertepatan dengan hari ABRI tanggal 5 Oktober 1965.

Upaya penumpasan terhadap sisa-sisa G 30 S/PKI terus dilakukan. Sementara itu, rakyat mengekspresikan kemarahannya dengan membakar kantor PKI di Kramat Raya. Demonstrasi
dan aksi mahasiswa anti-PKI pun mulai berlangsung di Jakarta. Pada tanggal 9 Oktober 1965 Kolonel A. Latief berhasil ditangkap di Jakarta. Letkol Untung juga berhasil ditangkap di Tegal tanggal 11 Oktober 1965 saat hendak melarikan diri ke Jawa Tengah.

Jawa Tengah merupakan basis kedua PKI setelah Jakarta. Penumpasan dipimpin oleh Pangdam VII/Diponegoro Brigjen Surjosumpeno dengan dibantu RPKAD. Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo membentuk Komando Operasi Merapi dan berhasil menembak para pimpinan pemberontak. Ketua PKI D.N. Aidit tertangkap tanggal 22 November 1965 dan Jawa Tengah berhasil
dibersihkan dari pemberontak pada bulan Desember 1965. Operasi penumpasan PKI juga dilakukan di Blitar, Jawa Timur. Sisa-sisa G 30 S/PKI berhasil diringkus dengan Operasi Trisula yang dilancarkan mulai tanggal 3 Juli 1968.

Sekitar 850 kader PKI berhasil ditangkap, 13 orang di antaranya adalah anggota Central Comite PKI Pusat. Operasi Kikis dilaksanakan TNI di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sekitar dua ratus kader PKI juga berhasil ditangkap. Sementara itu, sisa-sisa PKI mendirikan Merapi Merbabu Complex (MMC). Namun, dalam operasi TNI di daerah ini berhasil ditangkap tokoh Biro Khusus PKI yang bernama Pono.

Dampak Sosial Politik dari Peristiwa G 30 S/PKI

Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI atau dianggap PKI , yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
Baca juga: Keadaan Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya Sebelum G 30 S/PKI 👈

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pemberontakan G 30 S/PKI dan Cara Penumpasannya (Latar Belakang, Korban, Dampak)"

Posting Komentar