Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula (Politik Pintu Terbuka | Hukum Agraria)

Undang-undang agraria adalah sendi dari peraturan hukum agraria kolonial di Indonesia yang berlangsung dari 1870 sampai 1960. Peraturan itu hapus dengan dikeluarkannya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960) oleh Pemerintah Republik Indonesia. Jadi Agrarische Wet itu telah berlangsung selama 90 tahun hampir mendekati satu abad umurnya. Wet itu tercantum dalam pasal 51 dari Indische Staatsregeling, yang merupakan peraturan pokok dari undang-undang Hindia Belanda.  Dalam pertemuan di parlemen Belanda, Frans van Putte, de Wall, dan Thorbecke yang berasal dari kaum liberal menyampaikan gagasan perlunya menerapkan prinsip liberalisme ekonomi di tanah jajahan. Menurut kaum liberal, kehidupan perekonomian akan berjalan lancar jika ketentuan berikut ini dipatuhi, yaitu:
1. Swasta mempunyai hak untuk memiliki alat-alat produksi.
2. Anggota masyarakat bebas untuk melakukan tindakan ekonomi.
3. Pemerintah tidak mencampuri urusan rumah tanga perekonomian.

Isi Undang-Undang Agraria
    Berdasarkan hal tersebut diatas pihak penguasa swasta diberi kesempatan seluas-luasnya menjalankan roda perekonomian di wilayah Hindia-Belanda. Sebagai perwujudan kemenangan kaum liberal, pemerintah Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria tahun 1870 (Agrarische Wet 1870) yang berisi pokok-pokok aturan sebagai berikut.
1. Gubernur jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah.
2. Gubernur jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
3. Tanah-tanah diberikan dengan hak penguasaan selama waktu tidak lebih dari 75 tahun sesuai ketentuan.
4. Gubernur jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah yang dibuka oleh rakyat.

Tujuan Undang-Undang Agraria
    Tujuan pemberlakuan Undang-Undang Agraria adalah:
1. Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasaan pemodal asing.
2. Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia.
3. Membuka kesempatan kerja kepada penduduk Indonesia terutama di bidang buruh perkebunan.

Dampak Positif Undang-Undang Agraria
    Pengaruh positif pemberlakuan Undang-Undang Agraria adalah:
1. Rakyat Indonesia diperkenalkan kepada pentingnya peranan lalu lintas uang (modal) dalam kehidupan ekonomi.
2. Tumbuhnya perkebunan-perkebunan besar meningkatkan jumlah produksi tanaman ekspor jauh melebihi produksi semasa berlakunya sistem tanam paksa, sehingga Indonesia mampu menjadi penghasil kina terbesar nomor 1 di dunia.
3. Rakyat Indonesia merasakan manfaat sarana irigasi dan transportasi yang dibangun pihak perkebunan.
    Undang-Undang Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
    Undang-undang agraria pada intinya menjelaskan bahwa semua tanah milik penduduk Indonesia adalah milik pemerintah kerajaan Belanda. Maka pemerintah Belanda memberi mereka kesempatan untuk menyewa tanah milik penduduk dalam jangka waktu yang panjang. Sewa-menyewa tanah itu diatur dalam Undang-Undang Agraria tahun 1870. UU itu juga dimaksudkan untuk melindungi petani, agar tanahnya tidak lepas dari tangan mereka dan jatuh ke tangan para pengusaha.
Tetapi seringkali hal itu tidak diperhatikan oleh pembesar-pembesar pemerintah. Dengan dibukanya perkebunan di daerah pedalaman, maka rakyat di desadesa langsung berhubungan dengan dunia modern. Mereka mulai benar-benar mengenal artinya uang. Mereka juga mengenal hasil bumi yang diekspor dan barang luar negeri yang diimpor, seperti tekstil. Hal ini tentu membawa kemajuan bagi
petani. Sebaliknya usaha bangsa sendiri banyak yang terdesak, misalnya usaha kerajinan, seperti pertenunan menjadi mati. Di antara pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik. Karena adanya perkebunanperkebunan itu, Hindia Belanda menjadi negeri pengekspor hasil perkebunan. Karena mendapat sorotan tajam, akhirnya pada tahun 1900 pemerintah Belanda menghentikan Undang-Undang Agraria 1870 tersebut.

Undang-Undang Gula (Suiker Wet)
     Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan Undang-Undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula.
Isi dari Undang-Undang Gula yaitu:
1. perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap, dan
2. pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
    Dengan adanya Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula tahun 1870, banyak swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan.
Berikut ini beberapa perkebunan asing yang muncul.
1. Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.
2. Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3. Perkebunan kina di Jawa Barat.
4. Perkebunan karet di Sumatra Timur.
5. Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara.
6. Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatra Utara.
    Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa tebu tidak boleh diangkut ke luar Indonesia, tetapi harus diproses di dalam negeri. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta juga diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan
pabrik gula baru. Sejak itu Hindia Belanda menjadi negara produsen hasil perkebunan yang penting. Apalagi sesudah Terusan Suez dibuka, perkebunan tebu menjadi bertambah luas, dan produksi gula juga meningkat. Terbukanya Indonesia bagi swasta asing berakibat munculnya perkebunan-perkebunan swasta asing di Indonesia seperti perkebunan teh dan kina di Jawa Barat, perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur, perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan perkebunan karet di Serdang. Selain di bidang perkebunan, juga terjadi penanaman modal di bidang pertambangan, seperti tambang timah di Bangka dan tambang batu bara di Umbilin. Khusus perkebunan di Sumatera Timur yaitu Deli dan Serdang, tenaga kerjanya didatangkan dari Cina di bawah sistem kontrak. Dengan hapusnya sistem perbudakan, maka sistem kerja kontrak kelihatan sebagai jalan yang paling logis bagi perkebunan-perkebunan Sumatera Timur, untuk memperoleh jaminan bahwa mereka dapat memperoleh dan menahan pekerja-pekerja untuk beberapa tahun.
Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula
Kontrak kerja mereka yang tidak punya tanah, harus bekerja untuk pemerintah. Mereka dipekerjakan jauh dari tempat tinggalnya. Mereka tidak digaji, tidak diberi ongkos jalan, dan harus mencari makannya sendiri. Sering kali mereka harus bekerja berbulan-bulan lamanya. Selama itu keluarganya hidup terlantar.
       Dalam tahun 1888 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pertama mengenai persyaratan hubungan kerja kuli kontrak di Sumatera Timur yang disebut (Koelie Ordonnantie). Koeli Ordonnantie ini, yang mula-mula hanya berlaku untuk Sumatera Timur tetapi kemudian berlaku pula di semua wilayah Hindia Belanda di luar Jawa, memberi jaminan-jaminan tertentu pada majikan terhadap kemungkinan pekerja-pekerja melarikan diri sebelum masa kerja mereka menurut kontrak kerja habis. Di lain pihak juga diadakan peraturan-peraturan yang melindungi para pekerja terhadap tindakan sewenang-wenang dari sang majikan. Untuk memberi kekuatan pada peratuan-peraturan dalam Koeli Ordonnantie, dimasukkan pula peraturan mengenai hukuman-hukuman yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran, baik dari pihak majikan maupun dari pihak pekerja. Dalam kenyataan ternyata bahwa ancaman hukuman yang dapat dikenakan terhadap pihak majikan hanya merupakan peraturan di atas kertas jarang atau tidak pernah dilaksanakan. Dengan demikian
ancaman hukuman untuk pelanggaran-pelanggaran hanya jatuh di atas pundak pekerja-pekerja perkebunan.
     Ancaman hukuman yang dapat dikenakan pada pekerja-pekerja perkebunan yang melanggar ketentuan-ketentuan kontrak kerja kemudian terkenal sebagai poenale sanctie. Poenale sanctie membuat ketentuan bahwa pekerja-pekerja yang melarikan diri dari perkebunan-perkebunan Sumatera Timur dapat ditangkap oleh polisi dan dibawa kembali ke perkebunan dengan kekerasan jika mereka mengadakan perlawanan. Lain-lain hukuman dapat berupa kerja paksa pada pekerja-pekerja umum tanpa pembayaran atau perpanjangan masa kerja yang melebihi ketentuan-ketentuan kontrak kerja. Pada akhir abad ke -19 di negeri Belanda mulai timbul kontroversi mengenai Poenale Sanctie. Akibatnya pemerintah Hindia Belanda mulai mengadakan usaha-usaha untuk memperbaiki keadaan di lingkungan para pekerja di Sumatera Timur.

    Politik pintu terbuka yang diharapkan dapat memperbaiki kesejahteraan rakyat, justru membuat rakyat semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber-sumber pertanian maupun tenaga manusia semakin hebat. Rakyat semakin menderita dan sengsara.
Adanya Undang-Undang Agraria memberikan pengaruh bagi kehidupan rakyat, seperti berikut.
1. Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi.
2. Rakyat menderita dan miskin.
3. Rakyat mengenal sistem upah dengan uang, juga mengenal barang-barang ekspor dan impor.
4. Timbul pedagang perantara. Pedagang-pedagang tersebut pergi ke daerah pedalaman, mengumpulkan hasil pertanian dan menjualnya kepada grosir.
5. Industri atau usaha pribumi mati karena pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.
    Sejak pemberlakuan Hukum UU Agraria terjadi kemerosotan kemakmuran di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan karena adanya kerja rodi, pemungutan pajak yang memberatkan, krisis pada perkebunan-perkebunan, dan peningkatan jumlah penduduk, terutama di luar Pulau Jawa. Rakyat menderita karena adanya Koeli Ordonantie, yang merupakan UU yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan pengusaha. Dalam UU tersebut dituangkan poenale santie, yang artinya ancaman hukuman kepada para pekerja yang melarikan diri dengan cara menangkap, menyiksa, dan mengembalikannya ke tempat kerja.
    Itulah namanya penjajah, pada awalnya memang ada perubahan agak longgar dari tanam paksa, tetapi nafsu imperialisme dan kolonialisme untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya telah
mengubah sifat kemanusiaan. Kaum penjajah menjadi binatang buas yang siap menerkam rakyat kita yang miskin dan kelaparan. Hukum UU Agraria dihapuskan pada 1890 oleh pemerintah Belanda setelah kurang lebih 30 tahun berlangsung dan telah banyak berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula (Politik Pintu Terbuka | Hukum Agraria)"

Posting Komentar