Peran Dunia Internasional dalam Konflik Indonesia - Belanda

Konflik Indonesia-Belanda mendapat perhatian dari dunia internasional. Konflik yang dipicu karena pihak Belanda yang tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan kedatangan kembali sekutu yang didalamnya termasuk Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia menjadi penyebab konflik, karena semakin berkepanjangan maka dunia Internasional tidak tinggal diam.
Berikut ini peran dunia internasional dalam meredakan konflik Indonesia-Belanda:
1. Peranan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
    Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai badan dunia yang dalam hal ini Dewan Keamanan, ikut mengambil peran dalam upaya penyelesaian pertikaian antara Indonesia dengan Belanda. Lembaga yang dibentuk dinamakan Komisi Tiga Negara (KTN) yang anggotanya terdiri dari Belgia mewakili Belanda, Australia mewakili Indonesia dan Amerika Serikat sebagai pihak ke tiga yang ditunjuk oleh Belgia dan Australia. Dewan Keamanan PBB, ikut mengambil peran dalam upaya penyelesaian pertikaian antara Indonesia dengan Belanda dengan membentuk suatu badan yang kemudian kita kenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Latar belakang pembentukan KTN ini bermula ketika pada tanggal 20 Juli 1947 Van Mook menyatakan, bahwa ia merasa tidak terikat lagi dengan persetujuan Linggarjati dan perjanjian gencatan senjata. Seperti diketahui bahwa pada tanggal 21 Juli 1947 tentara Belanda melancarkan agresi militer terhadap pemerintah Indonesia. KTN bertugas mengawasi secara langsung penghentian tembak-menembak sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.
    Dalam masalah militer KTN mengambil inisiatif, akan tetapi dalam masalah politik KTN hanya memberikan saran atau usul dan tidak mempunyai hak untuk menentukan keputusan politik yang akan diambil oleh Indonesia. Belanda membuat batas-batas wilayah dengan memasang patokpatok
wilayah status quo. Kesulitan yang dihadapi oleh KTN adalah garis Van Mook, karena Belanda telah mempertahankannya. Garis Van Mook adalah suatu garis yang menghubungkan pucuk-pucuk pasukan Belanda yang maju sesudah perintah Dewan Keamanan untuk menghentikan tembak-menembak.
    Pada tanggal 27 Oktober 1947 KTN tiba di Jakarta untuk melaksanakan tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, KTN mengalami kesulitan karena Indonesia maupun Belanda tidak mau bertemu di wilayah yang dikuasai pihak lainnya. Akhirnya KTN berhasil mempertemukan Indonesia-Belanda dalam suatu perundingan yang berlangsung pada tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat “Renville” yang berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan perundingan Renville. Akibat dari perundingan Renville wilayah Rl semakin sempit dan kehilangan daerah-daerah yang kaya karena diduduki Belanda.
Peran PBB dalam menyelesaikan Konflik Indonesia Belanda
Anggota misi militer KTN yang sedang mengadakan pembicaraan dengan Perwira Penghubung TNI di Sumatera Tengah pada tabun 1947

2. Peran Konferesi Asia di New Delhi dan Resolusi Dewan Keamanan PBB
a. Sikap India terhadap perjuangan Indonesia
    Bangsa India dan bangsa Indonesia sama-sama pernah dijajah oleh bangsa asing. India dijajah oleh Inggris dan Indonesia dijajah oleh Belanda, Inggris dan Jepang. Sebagai bangsa yang sama-sama menentang penjajahan, terjalin rasa yang sama, senasib, dan sependeritaan. Oleh karena itu ketika pemerintah dan rakyat India mengalami bahaya kelaparan, pemerintah Indonesia menawarkan bantuan berupa padi 500.000 ton. Perjanjian bantuan Indonesia kepada India ditandatangani oleh Perdana Menteri Sjahrir dan K.L. Punjabi, wakil pemerintah India (18 Mei 1946). Kesepakatan ini sebenarnya ialah barter antara Indonesia dengan India. Hal ini terbukti dari dikirimkannya obat-obatan ke Indonesia oleh India untuk membalas bantuan Indonesia. Hal ini juga dimaksudkan untuk menembus blokade yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia. Penyerahan padi ini dilakukan pada tanggal 20 Agustus 1946 di Probolinggo Jawa Timur, yang kemudian diangkut ke India dengan kapal laut yang disediakan oleh pemerintah India sendiri. Diplomasi beras ini sebenarnya ditentang oleh Belanda, karena gaung yang ditimbulkan menyebabkan Indonesia semakin mendapat simpati dari negara lain.
b. Konferensi Asia di New Delhi
    Belanda akhirnya menggunakan kekerasan senjata untuk menyelesaikan pertikaian dengan pihak Indonesia. Angkatan perang Belanda di bawah Jenderal Spoor menyerang ibukota Republik Indonesia, di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948. Tujuan aksi militer Belanda ini adalah untuk menghancurkan Republik Indonesia dan mengakhiri hidupnya sebagai suatu satuan ketatanegaraan. Di samping itu, untuk membentuk Pemerintah Federal Sementara tanpa mengikutsertakan Republik Indonesia. Timbul reaksi keras dari bangsa-bangsa Afrika dan Asia atas tindakan Belanda, yaitu menyerang dan menduduki ibukota republik serta menangkap para pembesarnya. Reaksi keras itu diwujudkan dalam penyelenggaraan Konferensi Asia di New Delhi atas prakarsa Perdana Menteri India, Pandit Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Birma U Aung San. Konferensi ini dihadiri oleh negara-negara asia, seperti: Pakistan, Afganistan, Sri Lanka, Nepal, Libanon, Siria, dan Irak. Delegasi Afrika berasal dari Mesir dan Ethiopia. Konferensi ini juga dihadiri utusan dari Australia, sedang Indonesia dalam ini diwakili oleh Dr. Sudarsono. Konferensi Asia di New Delhi ini dilaksanakan selama empat hari, mulai dari tanggal 20 sampai dengan tanggal 25 Januari 1949. Resolusi yang dihasilkan mengenai masalah Indonesia adalah sebagai berikut:
1. pengembalian pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta
2. pembentukan Pemerintah ad interim yang mempunyai kemerdekaan dalam politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949
3. penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesia
4. penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia Serikat paling lambat 1 Januari 1950
5. Resolusi Dewan Keamanan PBB
Pandit Jawaharlal Nehru
Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India yang mempelopori Konferansi Asia di New Dehli
    Pemerintah Amerika Serikat telah mengakui de facto Republik Indonesia. Demikian pula dengan Pemerintah Inggris (1947). Aksi militer Belanda terhadap Republik Indonesia, menimbulkan kritikan tajam di Dewan Keamanan PBB. Campur tangan Dewan Keamanan dalam masalah Indonesia ini memancing reaksi Belanda. Wakil Belanda di PBB menyatakan, masalah Indonesia adalah masalah dalam negerinya. Wakil Indonesia di Dewan Keamanan PBB, L.N. Palar dengan tangkas menangkis pendapat Wakil Belanda. Palar menyatakan bahwa masalah Indonesia adalah masalah dua negara yang berdaulat yaitu, Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda. Kerajaan Belanda telah menginjak-injak kedaulatan Republik Indonesia. Pandangan Indonesia ini didukung oleh wakilwakil negara Asia, Afrika dan Australia. Palar berhasil menyakinkan Dewan Keamanan PBB, sehingga pada tanggal 28 Januari 1949 mengeluarkan resolusinya yang isinya sebagai berikut:
1. Penghentian semua operasi militer dengan segera oleh Belanda dan penghentian semua aktivitas gerilya oleh Republik,
2. Pembebasan dengan segera dengan tidak bersyarat semua tahanan politik di dalam daerah Republik oleh Belanda semenjak tanggal 19 Desember 1949
3. Belanda harus memberikan kesempatan kepada para pemimpin Indonesia untuk kembali ke Yogyakarta
4. Perundingan-perundingan akan dilakukan dalam waktu yang secepatcepatnya
5. Mulai sekarang Komisi Jasa-Jasa Baik (Komisi Tiga Negara) ditukar namanya menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesia atau UNCI), yang bertugas membantu melancarkan perundingan-perundingan.

Tidak hanya itu, negara-negara ini turut ambil bagian dalam penyelesaian konflik Indonesia-Belanda
1. Peran Australia
    Pada mulanya, Australia membantu Belanda menduduki wilayah-wilayah Indonesia. Pada waktu tentara Belanda masih lemah, Sekutu menyerahkan wewenang atas Kalimantan dan kepulauan di bagian timur Indonesia kepada Australia. Selanjutnya, pada tanggal 13 Juli 1946 Australia secara resmi ”menyerahkan” seluruh wilayah Indonesia bagian timur kepada Belanda. Meskipun pada awalnya Australia berada di belakang Belanda, tetapi dalam perkembangannya, Australia memberi
dukungan kepada Indonesia. Bersama dengan Belgia dan Amerika Serikat melalui Komisi Tiga Negara (KTN), Australia menjadi wakil Indonesia dalam perundingan RI dengan Belanda. Perundingan antara RI dan Belanda dengan perantara KTN terjadi dalam perundingan Renville.
Peran Australia
2. Peran Inggris
    Pada tanggal 1 September 1945 Dr. Hubertus Johannes van Mook (mantan Wakil Gubernur Jenderal di Hindia Belanda) bersama Dr. Charles Olke van der Plas (mantan Gubernur Jenderal wilayah Timur), menemui Mountbatten di Sri Lanka. Mereka mendesak Inggris melaksanakan persetujuan Civil Affairs Agreement (CAA). Mountbatten pun mengeluarkan perintah tertanggal 2 September 1945 yang menyatakan secara jelas maksud Inggris untuk mengembalikan koloni Indonesia kepada Belanda dan mempertahankan status quo yang ada sebelum invasi Jepang. Meskipun pada awalnya Inggris membantu Belanda, tetapi dalam perkembangannya Inggris bersikap netral. Inggris memberi andil dalam upaya perdamaian Indonesia-Belanda. Inggris sebagai wakil Sekutu di Indonesia berhasil mempertemukan Indonesia dan Belanda dalam Perundingan Linggajati.
3. Peran Negara-Negara Arab
    Konsul Jenderal Mesir di Bombay, Mohammad Abdul Maunin, dengan pesawat khusus datang ke Yogyakarta pada tanggal 14 Maret 1947. Beliau menyampaikan keputusan Liga Arab yang mengakui kemerdekaan RI. Selanjutnya, secara berturutturut pengakuan kemerdekaan diperoleh dari Mesir, Lebanon, Siria, Afganistan, Arab Saudi, dan Irak.

    Penyelesaian konflik Indonesia-Belanda banyak melibatkan peran dunia internasional. Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948 yang diikuti dengan menawan para pemimpin republik itu menimbulkan reaksi dunia. Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru mengadakan Konferensi Internasional tanggal 20–23 Januari 1949. Konferensi itu dihadiri 21 negara dan menghasilkan resolusi yang mendukung perjuangan rakyat Indonesia. Sementara itu, agresi militer Belanda itu juga menjadi perdebatan sengit dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Meskipun Belanda berusaha menjelek-jelekkan Indonesia, DK-PBB tetap netral.
    Bahkan, untuk memperoleh keterangan yang objektif dewan meminta laporan dari Komisi Tiga Negara (KTN) yang ditugaskan PBB di Indonesia. Laporan dibuat oleh Merle Cochran (wakil Amerika Serikat) dan T.W. Cutts (wakil Australia). Isinya antara lain pihak Belanda dengan melancarkan aksi militernya melanggar persetujuan Renville. Akhirnya, Amerika Serikat, Kolombia, dan Syiria mengajukan resolusi yang didukung oleh Kanada, Argentina, Cina, dan Inggris. Resolusi yang disepakati DK-PBB tanggal 24 Desember 1948 itu, antara lain berisi:
1. supaya segera menghentikan permusuhan serta
2. segera melepaskan presiden dan tahanan politik lainnya yang telah ditahan sejak tanggal 18 Desember 1948.
    Meskipun dunia internasional melalui DK-PBB mengeluarkan resolusi yang mendesak Belanda, tetapi tidak digubris oleh Belanda bahkan meneruskan serangannya ke wilayah-wilayah republik. Saat Menteri Luar Negeri Belanda Dr. Stikker berkunjung ke Amerika Serikat, didesak dan diancam agar mau melaksanakan resolusi DK-PBB tanggal 28 Januari 1949. Ancaman itu antara lain memutuskan bantuan Marshall Plan yang selama ini diberikan oleh Amerika kepada Belanda untuk kepentingan politiknya. Dalam kondisi terjepit ini, Belanda mau membuka diri untuk mengadakan
Konferensi Meja Bundar yang akan diselenggarakan di Den Haag, Belanda. Pada KMB inilah, Merle Cochran dari Amerika Serikat (atas nama PBB), memainkan peranan penting dalam mengatasi kebuntuan perundingan yang terjadi antara Belanda dengan Indonesia. Akhirnya, pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda ”menyerahkan” kedaulatan kepada Indonesia.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peran Dunia Internasional dalam Konflik Indonesia - Belanda"

Posting Komentar