Proses Masuknya Islam Ke Indonesia Lengkap (Peran Pedagang, Bandar Pelabuhan, Wali/Ulama)

Bagaimana cara masuk dan tersebarnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia? 
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandar-bandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.
1. Peranan Kaum Pedagang
    Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama Islam, baik pedagang dari luar Indonesia maupun para pedagang Indonesia. Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang. Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan.
    Pada waktu itu, pertemuan antar pedagang bukan pekerjaan yang mudah karena berbagai faktor, seperti:
  1. belum adanya tempat transaksi yang tetap
  2. keadaan geografis yang masih sulit dijangkau oleh pedagang dari daerah lain
  3. hubungan antar daerah (kota) yang satu dengan daerah (kota) yang lain masih sulit
  4. terbatasnya sarana transportasi, terutama transportasi darat. Oleh karena itu, satu-satunya hubungan antara para pedagang yang paling mudah adalah melalui jalur laut.
    Kegiatan perlayaran dan perdagangan antara kawasan Asia Barat dan Asia Timur melalui Selat Malaka telah berlangsung cukup lama. Malaka menjadi pusat perdagangan dan persinggahan para pedagang dari Cina, India, Persia, dan para pedagang dari Kepulauan Indonesia. Pertemuan mereka memberikan pengaruh satu sama lainnya, baik dalam bidang budaya maupun agama.
    Orang-orang Persia yang datang kemudian membawa budaya dan agama Islam. Para pedagang Indonesia pun mendapat kesempatan untuk belajar agama Islam dari para pedagang Persia atau pedagang India yang telah memeluk agama Islam. Bahkan, ketika para pedagang Indonesia pergi ke Persia selalu memanfaatkan waktu untuk belajar agama. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia mulai memeluk agama Islam. Bahkan, kota-kota bandar seperti Pasai, Samudera, Perlak, Gresik, Tuban, Demak, Cirebon, Banten telah menjadi bandar-bandar yang dikuasai oleh orang-orang Islam. Tidak lama sesudah itu, muncullah kesultanan-kesultanan Islam di berbagai wilayah Indonesia.
    Perdagangan di Kepulauan Nusantara tidak hanya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat saja, tetapi telah berkembang sampai ke wilayah Indinesia bagian Timur. Para pedagang dari pulau Jawa membawa beras ke Kepulauan Maluku dan sebelum pulang mereka membeli rempah-rempah untuk dijual kepada para pedagang dari India, Persia, dan Arab. Dengan demikian, pengaruh Islam tidak hanya terbatas di pulau Sumatera dan Jawa, tetapi sampai di Kepulauan Maluku. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila dalam perkembangannya muncul kesultanan Islam di Kepulauan Maluku, seperti Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore.
    Melalui hubungan dagang itulah, para pedagang saling mengenal dan memperkenalkan adat istiadat, budaya, dan agamanya. Para pedagang muslim, di samping berdagang, mereka juga diwajibkan melakukan siar agama atau menyebarluaskan agamanya kepada orang lain. Meskipun demikian, yang aktif dalam menyebarkan agama Islam bukan hanya para pedagang muslim yang berasal dari Arab, Persia, maupun Gujarat. Para pedagang Indonesia pun sangat aktif untuk belajar agama Islam sehingga mampu mengajarkan agama Islam kepada sanak keluarga dan tetangga-tetangganya.
    Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Gujarat, Persia, Mekkah/Arab yang umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Lamakelamaan penganut agama Islam makin banyak. Bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.
    Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam kepada sesama pedagang, juga kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di masyarakat Indonesia. Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yang menikah dengan penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam. Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul sebuah komunitas Islam, yang setelah kuat akhirnya membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara.
 Baca juga: Jalur Masuk dan Peta Jalur Penyebaran Islam ke Indonesia 😊
    Di samping melalui jalur perdagangan, penyebaran Islam juga dilakukan melalui jalur perkawinan. Para pedagang muslim menikah dengan penduduk Indonesia. Setelah menikah, kemudian mereka ikut memeluk agama Islam. Bahkan, keluarga mereka akhirnya memeluk agama Islam.
2. Peranan Bandar-Bandar di Indonesia
    Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal para pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia.
    Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara sungai. Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam.
    Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu. Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-ciri yang hampir sama antara lain letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid, ada perkampungan, dan ada tempat para penguasa (sultan).
Peranan Bandar-Bandar di Indonesia
Suasana Kegiatan Perdagangan di Pasar Banten Pada Abad XVI Pasar merupakan salah satu pusat kegiatan manusia. Di tempat itu, setiap orang melakukan interaksi dengan semua orang yang dijumpai tanpa membedakan asal dan agamanya. Bahkan, setiap orang dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru, termasuk pengetahuan tentang agama Islam.
     Dalam perkembangannya, kota pelabuhan memegang peranan penting penyebaran Islam di kepulauan Indonesia. Kota pelabuhan merupakan tempat bertemunya para pedagang. Mereka kadang-kadang harus menginap, apabila barang dagangannya belum laku seluruhnya. Pada waktu bermalam, banyak kegiatan yang dilakukan para pedagang muslim, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan ajaran Islam. Misalnya, melaksanakan sholat dan membaca kitab suci Al-Qur’an (mengaji). Kegiatan pedagang muslim kemudian ditiru oleh para pedagang Indonesia. Bahkan, tidak sedikit di antara pedagang Indonesia yang sengaja belajar agama Islam.
    Berdasarkan kenyataan di atas, maka tidak berlebihan apabila kota pelabuhan sebagai kota dagang dan jalur pelayaran memiliki peranan yang strategis dan penting bagi proses masuknya Islam ke Indonesia.
Beberapa fungsi kota pelabuhan adalah sebagai berikut:
  1. Sebagai tempat berlabuh kapal-kapal dagang, baik untuk memuat dan/atau membongkar barang-barang dagangannya.
  2. Sebagai tempat traksaksi perdagangan (jual beli barangbarang).
  3. Sebagai tempat persinggahan dan/atau istirahat para pedagang.
  4. Sebagai tempat tinggal para pengusaha kapal dan para pedagang.
Pada umunya, bandar-bandar tersebut kemudian berkembang menjadi pusat pemerintahan. Misalnya, Samudra Pasai, Perlak, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore.
3. Peranan Para Wali dan Ulama
    Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Proses penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.
Peranan Para Wali dan Ulama dalam Penyebaran Agama Islam
     Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Wali songo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan. Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut.
  1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
  2. Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
  3. Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
  4. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
  5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
  6. Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
  7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
  8. Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
  9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.
Selain Wali Songo, ada juga nama-nama ulama lain yang menyebarkan agama Islam di daerah-daerah tertentu, di antaranya sebagai berikut.
  1. Dato ri Bandang, Dato ri Tiro, dan Dato Sulaeman yang dianggap sebagai pembawa dan penyebar agama Islam di Sulawesi.
  2. Dato ri Bandang dan Tuan Tunggang di Parangan yang dianggap sebagai pembawa dan penyebar agama Islam di Kutai, Kalimantan Timur.
  3. Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang yang menyebarkan agama Islam di Demak.
  4. Sunan Geseng yang menyebarkan agama Islam di daerah Magelang.
  5. Syekh Burhanuddin yang menyebarkan agama Islam di daerah Ulakan, Minangkabau.
  6. Sunan Tembayat yang menyebarkan agama Islam di daerah Bayat, Klaten.
  7. Syekh Abdul Muhyi yang menyebarkan agama Islam di daerah Pamijahan, Tasikmalaya.
  8. Sunan Panggung yang menyebarkan agama Islam di daerah Tegal.
  9. Syekh Abdurrauf al-Fanhury yang menyebarkan agama Islam di daerah Singkel, Aceh.
  10. Syekh Yusuf yang menyebarkan agama Islam di Banten.
  11. Sunan Prapen yang menyebarkan agama Islam di Lombok.
  12. Sayid Muhammad al-Aydrus dan Sayid Ali bin Abubakar al-Hamid yang menyebarkan agama Islam di Klungkung, Bali.
  13. Syekh Ismail yang menyebarkan agama Islam di pedalaman Sumatra.

Golongan Pembawa dan Penerima Islam di Indonesia
1. Golongan Pembawa Islam di Indonesia
    Adanya interaksi antarpedagang dari penjuru dunia dengan intensitas yang tinggi, memunculkan beragam teori mengenai tokoh yang sebenarnya memperkenalkan agama Islam kepada penduduk Nusantara. Teori-teori masuknya islam ke Indonesia yang muncul sehubungan dengan pembawa Islam yang ada.
2. Golongan Penerima Islam di Indonesia
    Ketika Sriwijaya mengalami kemunduran akibat ekspansi Singasari dan Majapahit, kehidupan politik dan ekonomi mulai guncang. Di pihak lain, Majapahit mengalami kekacauan akibat pemberontakan di berbagai daerah dan adanya perseteruan anggota keluarga karena perebutan kekuasaan.
    Akibat keguncangan politik dan ekonomi, kehidupan sosial budaya pun goyah. Keperluan-keperluan upacara keagamaan, kreasi-kreasi dalam kerajinan tangan, seni bangunan, seni patung dan ukir, serta cabang-cabang seni lainnya terpengaruh situasi politik dan ekonomi yang kacau. Pada saat kekacauan itu, banyak pedagang muslim yang singgah di Nusantara. Mereka kemudian memberi pegangan kepada masyarakat yang sedang mengalami kekacauan.
Golongan penerima Islam di Indonesia sebagai berikut:
a) Para Pedagang
    Para pedagang Nusantara tertarik terhadap Islam karena para pedagang muslim dapat menunjukkan sifat-sifat dan tingkah laku yang baik. Selain itu, para pedagang itu rata-rata memiliki pengetahuan agama yang tinggi. Para pedagang Nusantara belajar tentang Islam dari para pedagang muslim, bahkan beberapa di antaranya datang sendiri ke negeri asal agama tersebut, yaitu Arab.
b) Para Bangsawan
    Di antara pedagang Nusantara yang berhubungan dengan para pedagang muslim adalah penguasa daerah pantai, misalnya adipati atau punggawa kerajaan. Mereka termasuk dalam golongan bangsawan. Para bangsawan itu memegang peranan dalam menentukan kebijaksanaan perdagangan dan pelayaran. Mereka juga pemilik kapal dan saham dalam kegiatan perdagangan.
    Seperti telah diuraikan di depan, pada saat itu pusat-pusat kerajaan Hindu, seperti Sriwijaya dan Majapahit mengalami kekacauan politik. Hal ini menimbulkan keinginan para adipati di pesisir untuk melepaskan diri dan mengadakan hubungan dengan pedagang muslim. Pada kesempatan itu pula, raja-raja dan bangsawan Nusantara memeluk agama Islam.
c) Masyarakat
    Rakyat umumnya memandang pemimpin dan bangsawan sebagai contoh yang baik untuk diikuti. Dengan demikian, apabila seorang pemimpin atau bangsawan memeluk agama Islam maka rakyat akan mengikutinya. Selain itu, rakyat yang semula menganut agama Hindu, memandang agama Islam lebih baik karena tidak mengenal kasta. Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Agaknya, inilah daya tarik paling kuat bagi rakyat kecil untuk memeluk Islam. 

Penerimaan masyarakat terhadap ajaran agama Islam juga dipengaruhi oleh isi ajaran Islam yang memiliki beberapa kelebihan, seperti:
  1. Islam adalah agama yang demokratis karena tidak mengenal kasta seperti agama Hindu.
  2. Islam adalah agama yang mudah dipelajari dan dipahami.
  3. Islam dapat disampaikan melalui seni budaya setempat (lokal).
  4. Ajaran Islam sesuai dengan fitrah manusia.
  5. Islam adalah agama untuk semua umat manusia. Tidak satu ayatpun yang menyatakan bahwa Islam adalah agama untuk bangsa Arab.
  6. Islam adalah sebagai agama pembawa rahmat, yaitu rahmat bagi alam semesta.
  7. Konsep Ketuhanan dalam Islam yang benar-benar sublim dan sempurna.
  8. Islam mengatur seluruh kehidupan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat.

Penyebaran Islam di Indonesia (Nusantara)
    Pengaruh Islam diduga pertama-tama masuk ke Pulau Sumatra melalui pelabuhan Barus yang terletak di pesisir barat Sumatra. Nah, dari pulau ini aktivitas bergerak ke pelabuhan Lamuri, Perlak, dan Samudera Pasai. Kamu pasti telah mengetahui mengapa daerah-daerah ini yang menjadi kawasan di Indonesia yang pertama-tama terpengaruh agama dan kebudayaan Islam. Dari Pasai, Islam kemudian berkembang ke Pariaman (Sumatra Barat), Malaka, Tapanuli, Riau, Minangkabau, Kerinci, dan Sumatra Selatan.
    Pengaruh agama dan kebudayaan Islam mulai menemukan bentuknya, ketika pada tahun 840 Masehi Perlak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Sultan yang pertama adalah Alauddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.
Setelah Perlak, menyusul Kerajaan Samudera Pasai yang didirikan pada abad XIII oleh Marah Silu. Ia diangkat menjadi raja Islam oleh Syekh Ismail (seorang ulama dari Dinasti Mamalik di Mesir) dengan gelar ”Malikus Saleh”. Gelar ini diambil dari nama pendiri Dinasti Mamalik di Mesir yaitu ”Al Malikush Shaleh Ayub”. Dinasti Pasai memerintah sampai tahun 1406 Masehi. Tampak bahwa pengaruh Asia Barat dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia masih kuat sampai abad XV.
    Dari Samudera Pasai, agama Islam dibawa ke wilayah lain di Sumatra oleh Syah Baharuddin. Raden Rahmat dan Minak Kumala (raja Kerajaan Lampung) membawa Islam ke Sumatra Selatan.
Raden Samudera atau Sultan Suryanullah membawa Islam ke Banjarmasin (Kalimantan Selatan), sementara yang ke Kalimantan Timur dibawa oleh seorang Arab dari Malaka yang menikah dengan putri raja. Syekh Samsuddin membawa Islam ke Kalimantan Barat. Pembawa Islam ke wilayah Maluku, Ternate, dan Nusa Tenggara adalah Sunan Giri. Datuk ri Bandang membawa Islam ke Sulawesi. Fenomena menarik terjadi di Pulau Jawa. Penyebaran agama dan kebudayaan Islam di pulau ini dilakukan oleh sekelompok yang kelak dikenal Wali Songo. Akan tetapi, ulama pertama yang datang dan menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa adalah Maulana Malik Ibrahim.
Apa yang dapat kita temukan dari fenomena tersebut?
    Setelah abad XV penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia dilakukan oleh ulama-ulama lokal. Pusat penyebaran pada awalnya Kerajaan Samudera Pasai kemudian berpindah dan berkembang ke berbagai daerah di Indonesia baik di daerah pesisir maupun di pedalaman. Pedagang-pedagang Islam pada umumnya tinggal selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan akhirnya menetap di wilayah Nusantara. Pedagang-pedagang tersebut kemudian mendirikan daerah tempat tinggal tersendiri yang mayoritas dihuni oleh kelompok etnis mereka.
Berikut ini beberapa kelompok masyarakat Islam yang terbentuk pada masa perkembangan Islam di Indonesia.
1. Kelompok Masyarakat Arab
    Salah satu fenomena yang muncul sebagai akibat dari interaksi bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa dari kawasan Asia Barat adalah terbentuknya koloni Arab di Indonesia. Mereka sebagian besar berasal dari Hadramaut yaitu kawasan pantai Arab Selatan (sekarang daerah Yaman). Coba kamu cari dalam peta letak Hadramaut itu. Daerah yang menjadi koloni Arab Hadramaut antara lain Banten, Jakarta, Karawang, Priangan, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Rembang, Surabaya, Madura, Makassar, Ternate, Aceh, Palembang, dan Pontianak.
Kelompok Masyarakat Arab yang terbentuk pada masa perkembangan Islam di Indonesia - Nusantara
     Di antara orang Arab Hadramaut yang menjadi ulama dan tokoh masyarakat antara lain Sayid Husein Abu Bakar al-Aidrus (wafat tahun 1798 di Jakarta), Sayid Abdurahman bin Abu Bakar al-Habsyi (wafat tahun 1853), Salim bin Abdullah bin Sunair (wafat tahun 1854), dan Sayid Usman bin Akil bin Yahya al-Alawi (wafat tahun 1913). Dari generasi ke generasi, keturunan Arab Hadramaut ternyata dapat bersosialisasi dan bermasyarakat dengan penduduk Indonesia lainnya. Mereka beraktivitas dalam berbagai bidang kehidupan. Namun, sebagian besar dari mereka terjun di dunia perdagangan (kain, batik, minyak wangi, dan lain-lain).
2. Kampung Pekojan
    Pergaulan antara pedagang Gujarat dengan masyarakat Indonesia memunculkan sebuah perkampungan yang disebut pekojan. Hingga saat ini, beberapa kota di Indonesia di dalamnya terdapat Kampung Pekojan. Pekojan berasal dari kata koja yang artinya pedagang Gujarat. Sebagian dari pedagang tersebut menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri-putri raja atau bangsawan. Oleh karena pernikahan itu, banyak keluarga raja atau bangsawan yang masuk Islam, yang kemudian diikuti oleh rakyatnya.
3. Komunitas Muslim Cina di Nusantara
    Awal kedatangan muslim Cina di Nusantara tidak dapat diketahui secara tepat. Sebagai agama, Islam masuk dan berkembang di negeri Cina melalui jalur perdagangan, dan masuk melalui ”jalan sutra” mulai abad VII. Saat itu kekhalifahan Islam yang berada di bawah kepemimpinan Usman bin Affan (557–656 M) telah mengirim utusannya yang pertama ke Cina pada tahun 651 Masehi.
    Muslim Cina di Nusantara berasal dari imigran muslim asal Cina yang kemudian menetap atau imigran Cina yang memeluk Islam karena interaksi antaretnis di Nusantara. Pada umumnya mereka datang ke Nusantara untuk meningkatkan taraf hidupnya. Jadi, bukan untuk menyampaikan Islam atau berdakwah. Mereka berasal dari Zhangzhou, Quanzhou, dan Guandong. Meskipun kedatangan etnis Cina muslim bukan untuk berdakwah, keberadaan mereka berdampak dalam perkembangan dakwah. Salah satunya karena adanya proses asimilasi dan perkawinan dengan penduduk setempat.
    Demikian pula dengan muhibah pelayaran Laksamana Cheng Ho ke Nusantara pada abad XV. Latar belakang pelayaran Cheng Ho adalah perdagangan serta mempererat hubungan antara Cina dan negaranegara Asia Afrika. Muslim Cina di Nusantara sudah berbaur dengan penduduk setempat. Akan tetapi, pada masa kolonial Belanda, mereka dimasukkan dalam golongan Timur Asing sehingga terpisah dengan penduduk setempat. Pada masa pergerakan kemerdekaan, muslim Cina ikut pula berjuang. Salah satu perannya adalah menjadi peserta dalam peristiwa Sumpah Pemuda.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Proses Masuknya Islam Ke Indonesia Lengkap (Peran Pedagang, Bandar Pelabuhan, Wali/Ulama)"

Posting Komentar