Kerajaan Cirebon / Kesultanan Cirebon (Sejarah, Peninggalan, Letak, Pendiri, Dll)

Sejarah Asal Usul Cirebon
    Cirebon bersal dari kata caruban yang berarti campuran. Masyarakat Cirebon diperkirakan merupakan campuran dari para pedagang setempat dengan para pedagang Cina yang telah memeluk Islam. Sumber sejarah cirebon menurut buku Sejarah Banten, satu rombongan keluarga Cina telah mendarat dan menetap di Gresik. Kemudian mereka memeluk agama Islam. Satu di antara mereka bernama Cu-cu dan lebih dikenal dengan sebutan Arya Sumangsang atau Prabu Anom. Keluarga Cucu dapat mencapai kedudukan dan kehormatan tinggal di Kesultanan Demak dan mendapat kepercayaan untuk mendirikan perkampungan di daerah Barat. Atas ketekunannya, mereka berhasil membangun perkampungan yang disebut Cirebon.
 
Kapan dan siapa pendiri Kesultanan/Kerajaan Cirebon? 
    Sampai saat ini belum ada jawaban yang pasti. Berdasarkan Ceritera Caruban (Tjarita Tjaruban), Kesultanan Cirebon didirikan oleh Syarif Hidayatullah, salah seorang cucu Raja Pakuan Pajajaran. Ia naik tahta pada tahun 1482, sekembalinya dari Mekkah. Sebagai seorang cucu raja, ia diberi hak untuk mengembangkan kekuasaan di Cirebon. Selain sebagai Sultan Cirebon, Syarif Hidayatullah juga dikenal sebagai salah seorang diantara wali songo. Ia mendapat persetujuan dari para, terutama Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat. Oleh karena itu, Syarif Hidayatullah kemudian lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
PENTING!!!
    Menurut cerita di Banten, peletak dasar pemerintahan di Cirebon adalah Falatehan atau Fatahillah yang tidak lain adalah Sunan Gunung Jati. Tetapi menurut sumber-sumber sejarah di Cirebon, Sunan Gunung Jati dan Falatehan atau Fatahillah adalah dua orang yang berbeda. Menurut sumber tersebut Falatehan adalah menantu Sunan Gunung Jati yang menikahi anaknya Nyai Ratu Ayu. Falatehan kemudian menjadi Raja Cirebon setelah mertuanya wafat tahun 1570. Di masa pemerintahan Fatahillah, Kesultanan Cirebon berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Peninggalan Kerajaan Cirebon yang terkenal yaitu keraton cirebon.
peninggalan kerajaan cirebon - keraton cirebon

Letak dan Sejarah Kerajaan Cirebon
    Letak Kerajaan Cirebon adalah di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pada masa awal perkembangan Islam di Pulau Jawa, Cirebon dan Banten merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Pajajaran, kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa. Kehadiran Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati di Cirebon perlahan mengubah agama dan kebudayaan masyarakat yang tinggal di sana. Untuk memperluas pengaruhnya, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti ke Kawali, Kuningan, Majalengka, Sunda Kelapa dan Banten. Pada saat menduduki Banten ia sempat tinggal beberapa waktu dan meletakan dasar-dasar bagi pengembangan agama Islam dan perdagangan di sana.
    Hingga akhirnya, pada masa Kerajaan Demak, Sunan Gunung Jati memisahkan Cirebon dari Kerajaan Pajajaran dan menyatakan Cirebon sebagai wilayah bagian dari kekuasaan Demak. Karena perkembangan Kerajaan Demak yang terus diliputi oleh konflik berdarah, Sunan Gunung Jati melepaskan wilayah Cirebon, Jayakarta, dan Banten dari kekuasaan Demak.
Syarif Hidayatullah membawa kemajuan bagi Cirebon. Ketika Demak mengirimkan pasukannya di bawah Fatahilah (Faletehan) untuk menyerang Portugis di Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah memberikan bantuan sepenuhnya. Bahkan pada tahun 1524, Fatahillah diambil menantu oleh Syarif Hidayatullah. Setelah Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah meminta Fatahillah untuk menjadi Bupati di Jayakarta.
Cirebon berkembang dengan pesat sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam. Akibatnya, Pakuan Pajajaran mulai surut. Namun, di antara dua kerajaan itu tidak pernah terjadi peperangan karena masih ada hubungan kekerabatan. Syarif Hidayatullah wafat di Cirebon dan dimakamkan di bukit Gunung Sembung, tidak jauh dari bukit Gunung Jati. Untuk meneruskan pemerin-tahannya di Cirebon, Syarif Hidayatullah mengangkat putranya yang bernama Pangeran Pasarean. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Cirebon selanjutnya.

    Menjelang wafatnya, Sunan Gunung Jati menyerahkan wilayah Banten dan Jayakarta untuk diurus oleh putranya yang bernama Hasanuddin, sementara wilayah Cirebon diserahkan pada putranya yang lain, yakni Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat dan digantikan oleh putranya, Panembahan Giri Laya. Setelah Panembahan Giri Laya wafat, Kerajaan Cirebon terpecah menjadi dua, yakni Kasepuhan dan Kanoman. Di Banten, Hasanuddin berhasil mengembangkan kawasan tersebut menjadi pusat perdagangan baru.

    Tahun 1679 Cirebon terpaksa dibagi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Waktu itu VOC sudah bercokol kuat di Batavia. Dengan politik De Vide at Impera, Kesultanan Kanoman di bagi dua, yakni Kasultanan Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian kekuasaan Cirebon terbagi menjadi 3 (tiga), yakni Kasepuan, Kanoman, dan Kacirebonan. Akhir abad ke-17 Cirebon berhasil dikuasai VOC.

Pada abad ke-16 daerah Cirebon berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat perdagangan di pantai utara Jawa Barat. Majunya kegiatan perdagangan juga mendorong proses islamisasi semakin berkembang sehingga Sunan Gunung Jati membentuk kerajaan Islam Cirebon. Dengan terbentuknya kerajaan Islam Cirebon, maka Cirebon menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Jawa Barat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kerajaan Cirebon / Kesultanan Cirebon (Sejarah, Peninggalan, Letak, Pendiri, Dll)"

Posting Komentar