Kerajaan Islam di Indonesia Lengkap (Kerajaan Islam Pertama dan 12 Kerajaan Islam)

Kerajaan Islam di Indonesia mulai berperan pada abad ke-13, pada masa itu, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Di daerah pesisir Pantai Sumatera sudah berdiri beberapa kerajaan Islam. Berita ini diketahui dari catatan harian Marcopolo yang pernah singgah di Sumatera. Pengaruh Islam di Indonesia tidak hanya ditunjukan dengan adanya perkembangan agama dan budaya Islam, tetapi juga dapat dilihat dari adanya perkembangan pemerintahan kerajaan yang bercorak Islam. Pemerintahan kerajaan Islam ini banyak menggantikan pengaruh kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha. Kerajaan-kerajaan Islam lahir sebagai suatu kekuatan politik, ekonomi, dan budaya. Kerajaan islam ini berpengaruh terhadap proses penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia.

Kerajaan Islam di Indonesia
Adapun ciri-ciri khusus dari kerajaan Islam ini, antara lain:
  1. Pemerintahan berasaskan hukum Islam (Hukum Syara’)
  2. Rajanya bergelar Sultan
  3. Raja berfungsi sebagai pemimpin agama di samping sebagai kepala pemerintahan
  4. Agama Islam dijadikan sebagai agama kerajaan

Kerajaan-kerajaan islam di Indonesia berjumlah sebanyak 12 kerajaan yaitu Perlak, Samudra Pasai, Malaka, Aceh, Demak, Pajang, Mataram, Banten, Cirebon, Makasar, Banjar, dan Ternate dan Tidore.
Perlu diperhatikan: Jika menemukan soal, apakah kerajaan islam pertama di indonesia? dan disitu jawabannya tidak ditemukan kerajaan perlak, maka jawab kerajaan samudra pasai, karena dalam berbagai sumber dan literatur ada yang menjelaskan bahwa kerajaan islam pertama adalah kerajaan Samudra Pasai.
1. Kerajaan Perlak
    Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang terbaru dapat diketahui bahwa kerajaan Islam pertama / tertua di Indonesia adalah Kerajaan Perlak. Beberapa bukti sejarah itu adalah naskah-naskah tua berbahasa Melayu, seperti Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah Wal Fasi, Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salathin, dan Silsilah sultan-sultan Perlak dan Pasai. Dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa kerajaan Perlak didirikan pada tanggal 1 Muhharam 225 H (840 M). Keberadaan kesultanan Perlak juga dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan sejarah, seperti mata uang Perlak, stempel kesultanan, dan makam raja-raja Benoa. Di samping itu, disebutkan bahwa raja terakhir yang memerintah Perlak adalah Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan 662-692 H (1263-1292 M).
Kerajaan islam pertama di Indonesia - Perlak
     Perlak adalah sebuah kerajaan dengan masa pemerintahan cukup panjang. Kerajaan yang berdiri pada tahun 840 ini berakhir pada tahun 1292 karena bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Sejak berdiri sampai bergabungnya Perlak dengan Samudrar Pasai, terdapat 19 orang raja yang memerintah. Raja yang pertama ialah Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225 - 249 H / 840 - 964 M). Sultan bernama asli Saiyid Abdul Aziz pada tanggal 1 Muhharam 225 H dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Perlak. Setelah pengangkatan ini, Bandar Perlak diubah menjadi Bandar Khalifah.
    Kerajaan perlak mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M). Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islamiah. Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura sekarang). Perkawinan ini dengan parameswara Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan Muhammad Syah.
    Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah beliau wafat, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malikul Dhahir yang adalah Putra Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari. Perlak merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat dari adanya mata uang sendiri. Mata uang Perlak yang ditemukan terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan dari tembaga atau kuningan.

2. Kerajaan Samudra Pasai
    Kerajaan Samudra Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhok Seumawe (sekarang pantai timur Aceh), berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Kerajaan ini menjadi pusat penyebaran agama Islam di sekitar Sumatera dan Malaka. Kerajaan Samudra Pasai mendapat julukan “Daerah Serambi Mekkah“. Pendiri sekaligus raja pertama kerajaan ini adalah Sultan Malik Al-Saleh (1290-1297).
Peta Kerajaan Islam Samudera Pasai.png
     Setelah Sultan Malik Al-Saleh wafat tahun 1297 M, kerajaan Samudra Pasai dipegang oleh putranya yang bernama Sultan Malik al-Tahir (1297-1326). Selanjutnya setelah Sultan Malik al-Tahir wafat, Sultan Malik al-Zahir menjadi raja yang menggantikan. Menurut Ibnu Batutah (pengembara dari Maroko) yang pernah singgah di Samudra Pasai tahun 1345 dan 1346, Sultan Malik al-Zahir ini adalah seorang sultan yang taat kepada agama dan menganut mazhab Syafi’i.
    Sewaktu tahta kerajaan dipegang oleh Zainal Abidin tahun 1348, Majapahit berhasil menguasai Samudra Pasai. Dengan demikian, Samudra Pasai berada di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit. Setelah Majapahit mengalami kehancuran, Samudra Pasai tegak kembali. Tetapi setelah Zainal Abidin, kerajaan ini tidak terdengar lagi karena telah tergeser oleh Kerajaan Malaka.
    Seperti halnya kerajaan Sriwijaya, perekonomian masyarakat Samudra Pasai banyak menggantungkan pada perdagangan. Posisinya yang berada di jalur perdagangan internasional dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk kemajuan ekonomi rakyatnya. Banyak pedagang dari berbagai negara berlabuh di Pelabuhan Pasai. Untuk itu kerajaan ini berusaha menyiapkan bandarbandar yang dapat digunakan untuk menambah bahan perbekalan, mengurus perkapalan, mengumpulkan dan menyimpan barang dagangan yang akan dikirim ke dalam dan luar negeri.
Baca juga: Peninggalan kerajaan samudra pasai

3. Kerajaan Malaka
    Seperti halnya kerajaan Samudra Pasai, pertumbuhan Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh ramainya perdagangan internasional yang menghubungkan Asia Barat, Asia Selatan, dan Asia Timur. Pelabuhan Malaka menjadi tempat persinggahan para pedagang dari berbagai bangsa terutama para pedagang Islam.
Peta wilayah Kerajaan Malaka
     Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara (seorang pangeran dari Palembang yang lari ke Malaka ketika terjadi serangan Majapahit). Ia mendirikan kerajaan Malaka ini sekitar tahun 1400. Setelah memeluk Islam, ia mengganti namanya dengan nama Muhammad Syah. Muhammad Syah memerintah di kerajaan Samudra Pasai dari tahun 1400-1414. Setelah wafat, ia kemudian digantikan oleh Sultan Iskandar Syah (1414-1424). Selanjutnya raja-raja yang berkuasa di Malaka adalah sebagai berikut, Sultan Muzaffar Syah (1424-1444), Sultan Mansur syah (1444-1477), Sultan Mahmud Syah (1477-1511). Kerajaan Malaka pada masa Mahmud Syah mengalami keruntuhan setelah pada tahun 1511 Malaka dikuasai oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque.

4. Kerajaan Aceh
    Kerajaan Islam berikutnya di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan yang didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528), menjadi penting karena mundurnya Kerajaan Samudra Pasai dan berkembangnya Kerajaan Malaka. Para pedagang kemudian lebih sering datang ke Aceh. Pusat pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Acah sekarang). Corak pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah kaum bangsawan, disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di bawah kaum ulama, disebut golongan tengku atau teungku.
Mesjid Baiturahman termasuk peninggalan kerajaan aceh
Mesjid Baiturahman termasuk salah satu peninggalan Kerajaan Aceh
    Sebagai sebuah kerajaan, Aceh mengalami masa maju dan mundur. Aceh mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607- 1636). Pada masa pemerintahannya, Aceh mencapai zaman keemasan. Aceh bahkan dapat menguasai Johor, Pahang, Kedah, Perak di Semenanjung Melayu dan Indragiri, Pulau Bintan, dan Nias. Di samping itu, Iskandar Muda juga menyusun undang-undang tata pemerintahan yang disebut Adat Mahkota Alam.
    Setelah Sultan Iskandar Muda, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan Aceh. Aceh mengalami kemunduran di bawah pimpinan Sultan Iskandar Thani (1636-1641). Dia kemudian digantikan oleh permaisurinya, Putri Sri Alam Permaisuri (1641-1675). Sejarah mencatat Aceh makin hari makin lemah akibat pertikaian antara golongan teuku dan teungku, serta antara golongan aliran syiah dan sunnah sal jama'ah. Akhirnya, Belanda berhasil menguasai Aceh pada tahun 1904.
    Dalam bidang sosial, letaknya yang strategis di titik sentral jalur perdagangan internasional di Selat Malaka menjadikan Aceh makin ramai dikunjungi pedangang Islam. Terjadilah asimilasi baik di bidang sosial maupun ekonomi. Dalam kehidupan bermasyarakat, terjadi perpaduan antara adat istiadat dan ajaran agama Islam. Pada sekitar abad ke-16 dan 17 terdapat empat orang ahli tasawuf di Aceh, yaitu Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumtrani, Nuruddin ar-Raniri, dan Abdurrauf dari Singkil. Keempat ulama ini sangat berpengaruh bukan hanya di Aceh tetapi juga sampai ke Jawa.
    Dalam kehidupan ekonomi, Aceh berkembang dengan pesat pada masa kejayaannya. Dengan menguasai daerah pantai barat dan timur Sumatra, Aceh menjadi kerajaan yang kaya akan sumber daya alam, seperti beras, emas, perak dan timah serta rempah-rempah.
  • Dengan demikian kerajaan islam di Sumatera ada empat yaitu Kerajaan Perlak, Samudra Pasai, Malaka, dan Kerajaan Aceh.

5. Kerajaan Demak
    Kerajaan Demak yang terletak di Jawa Tengah merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan Demak ini berdiri pada sekitar abad 15 M oleh Raden Patah (putra Raja Majapahit yang bernama Kertawijaya). Ketika kerajaan Majapahit mengalami kehancuran akibat perang saudara tahun 1478, Demak bangkit menjadi kerajaan Islam.
Kerajaan di Jawa - Kerajaan Demak
     Selanjutnya kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan besar, di bawah kepemimpinan Raden Patah (1481-1518). Negeri-negeri di pantai utara Jawa yang sudah menganut Islam mengakui kedaulatan Demak. Bahkan Kekuasaan Demak meluas ke Sukadana (Kalimantan Selatan), Palembang, dan Jambi. Demak di bawah pimpinan Adipati Yunus (putra Raden Fatah) pada tahun 1512 dan 1513 melakukan penyerangan ke Malaka untuk menggempur kekuasaan Portugis di sana. Karena pernah menyerang ke Malaka itu, Adipati Yunus diberi gelar Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang pernah menyebrang ke utara).
    Pada masa Sultan Trenggana kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya. Beberapa tindakan penting yang dilakukannya, antara lain:
  1. Menjadikan Demak sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Nusantara.
  2. Melakukan penguasaan terhadap daerah-daerah pantai utara Jawa seperti Banten dan Cirebon yang dipimpin oleh Fatahillah, hal ini dimaksudkan supaya Demak menjadi pusat kekuasaan di Jawa.
  3. Melakukan penyebaran Islam ke Kalimantan Selatan dan membantu mendirikan Kerajaan Banjar.
Sepeninggal Pangeran Trenggana terjadi konflik dalam keluarga, hal ini mengakibatkan kekacauan dan banyak wilayah taklukannya yang memerdekakan diri. Ketegangan ini dapat diredakan setelah Jaka Tingkir yang menjabat Adipati Pajang sekaligus menantu Sultan Trenggono meredam pemberontakan Aria Panangsang yang menginginkan tahta kerajaan. Jaka Tingkir kemudian memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang yang sekaligus awal berdiri kerajaan Pajang.

6. Kerajaan Pajang
    Kerajaan Pajang didirikan Jaka Tingkir yang setelah menjadi sultan mendapatkan gelar Adiwijaya. Masa pemerintahan kerajaan Pajang tidak lama, karena setelah wafatnya Adiwijaya terjadi perebutan kekuasaan antara Arya Pangiri (menantu Adiwijaya) dan Pangeran Benawa (putera Adiwijaya). Tahta Pajang direbut Aria Pangiri, Pangeran Benowo tidak terima. Ia kemudian meminta bantuan kepada Sutawijaya, Adipati Mataram, untuk merebut tahta kerajaan. Aria Pangiri kalah dan melarikan diri ke Banten, sementara Pangeran Banowo menyerahkan tahta kerajaan kepada Sutawijaya. Berakhirlah kerajaan Pajang dan berdirilah Kerajaan Mataram.
Peta wilayah kerajaan pajang
7. Kerajaan Mataram Islam
    Kerajaan Mataram Islam berdiri berkat perjuangan dari Ki Ageng Pemanahan yang meninggal pada 1575. Setelah meninggal, digantikan oleh anaknya, yaitu Sutawijaya yang lebih dikenal dengan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah. Pada masanya, Kerajaan Mataram terus berkembang dan menjadi kerajaan terbesar di Jawa. Wilayahnya berkembang seputar Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan.
    Setelah meninggal pada tahun 1601, Sutawijaya digantikan oleh Mas Jolang atau Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613). Selanjutnya, diteruskan oleh anak Mas Jolang yaitu Raden Mas Martapura karena sering sakit-sakitan, Raden Mas Martapura digantikan oleh anak Mas Jolang yang lain, yaitu Raden Mas Rangsang yang dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645). Pada masa Sultan Agung inilah Mataram mengalami puncak kejayaan.
Sultan Ageng memimpin Kerajaan Mataram Islam menjadi besar - puncak kejayaan
     Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram terpecah belah sehingga berubah menjadi kerajaan kecil. Perpecahan disebabkan adanya gejolak politik di daerah-daerah kekuasaan Mataram dan peran serta VOC dan penguasa Belanda yang menginginkan menguasai tanah Jawa.
Dalam Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua wilayah kerajaan sebagai berikut.
  1. Daerah Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono.
  2. Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono.
    Akibat Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan Mataram semakin jauh sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat keluarga raja yang masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasuhunan Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.

8. Kerajaan Banten
    Kerajaan yang terletak di barat Pulau Jawa ini pada awalnya merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Banten direbut oleh pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah. Fatahillah adalah menantu dari Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah adalah salah seorang wali yang diberi kekuasaan oleh Kerajaan Demak untuk memerintah di Cirebon. Syarif Hidayatullah memiliki 2 putra laki-laki, pangeran Pasarean dan Pangeran Sabakingkin. Pangeran Pasareaan berkuasa di Cirebon. Pada tahun 1522, Pangeran Saba Kingkin yang kemudian lebih dikenal dengan nama Hasanuddin diangkat menjadi Raja Banten.
    Setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten kemudian melepaskan diri dari Demak. Berdirilah Kerajaan Banten dengan rajanya Sultan Hasanudin (1522-1570). Pada masa pemerintahannya, pengaruh Banten sampai ke Lampung. Artinya, Bantenlah yang menguasai jalur perdagangan di Selat Sunda. Para pedagang dari Cina, Persia, Gujarat, Turki banyak yang mendatangi bandar-bandar di Banten. Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan selain karena letaknya sangat strategis, Banten juga didukung oleh beberapa faktor di antaranya jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) sehingga para pedagang muslim berpindah jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Faktor lainnya, Banten merupakan penghasil lada dan beras, komoditi yang laku di pasaran dunia.
Peta wilayah Kerajaan Banten
Sultan Hasanudin kemudian digantikan putranya, Pangeran Yusuf (1570-1580). Pada masa pemerintahannya, Banten berhasil merebut Pajajaran dan Pakuan. Pangeran Yusuf kemudian digantikan oleh Maulana Muhammad. Raja yang bergelar Kanjeng Ratu Banten ini baru berusia sembilan tahun ketika diangkat menjadi raja. Oleh sebab itu, dalam menjalankan roda pemerintahan, Maulana Muhammad dibantu oleh Mangkubumi. Dalam tahun 1595, dia memimpin ekspedisi menyerang Palembang. Dalam pertempuran itu, Maulana Muhammad gugur.
    Maulana Muhammad kemudian digantikan oleh putranya Abu'lmufakhir yang baru berusia lima bulan. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Abu'lmufakhir dibantu oleh Jayanegara. Abu'lmufakhir kemudian digantikan oleh Abu'ma'ali Ahmad Rahmatullah. Abu'ma'ali Ahmad Rahmatullah kemudian digantikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692).
    Sultan Ageng Tirtayasa menjadikan Banten sebagai sebuah kerajaan yang maju dengan pesat. Untuk membantunya, Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1671 mengangkat purtanya, Sultan Abdulkahar, sebagi raja pembantu. Namun, sultan yang bergelar Sultan Haji berhubungan dengan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa yang tidak menyukai hal itu berusaha mengambil alih kontrol pemerintahan, tetapi tidak berhasil karena Sultan Haji didukung Belanda yang memiliki VOC pada saat itu. Akhirnya, pecahlah perang saudara. Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap dan dipenjarakan. Dengan demikian, lambat laun Banten mengalami kemunduran karena tersisih oleh Batavia yang berada di bawah kekuasaan Belanda.
Baca juga: Perlawanan Rakyat Banten / Sultan Ageng Tirtayasa Terhadap VOC

9. Kerajaan Cirebon
    Kerajaan yang terletak di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah didirikan oleh salah seorang anggota Walisongo, Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah membawa kemajuan bagi Cirebon. Ketika Demak mengirimkan pasukannya di bawah Fatahilah (Faletehan) untuk menyerang Portugis di Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah memberikan bantuan sepenuhnya. Bahkan pada tahun 1524, Fatahillah diambil menantu oleh Syarif Hidayatullah. Setelah Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah meminta Fatahillah untuk menjadi Bupati di Jayakarta.
    Syarif Hidayatullah kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Pasarean. Inilah raja yang menurunkan raja-raja Cirebon selanjutnya. Pada tahun 1679, Cirebon terpaksa dibagi dua, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Dengan politik de vide at impera yang dilancarkan Belanda yang pada saat itu sudah berpengaruh di Cirebon, kasultanan Kanoman dibagi dua menjadi Kasultanan Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian, kekuasaan Cirebon terbagi menjadi 3, yakni Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Cirebon berhasil dikuasai VOC pada akhir abad ke-17.
  • Dengan demikian kerajaan Islam yang ada di pulau jawa ada 5 yaitu: Kerajaan Demak, Pajang, Mataram Islam, Kerajaan Banten, dan Cirebon.

10. Kerajaan Makasar (Goa dan Tallo)
    Makasar tumbuh menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini disebabkan letak Makasar yang strategis yang menghubungkan jalur Malaka, Jawa, dan Maluku. Kerajaan Makasar mengembangkan kebudayaan yang didasarkan atas nilai-nilai Islam. Islam masuk ke Makasar lewat pengaruh Kesultanan Ternate yang giat memperkenal Islam di sana. Raja Gowa (Makasar) yang bernama Karaeng Tunigallo menerima dakwah dari Dato Ri Bandang. Selanjutnya ia masuk Islam dengan memakai gelar Sultan Alaudin Awwalul-Islam (1605-1638).
Kerajaan Makasar Goa-Tallo dan Sultan Hasanuddin si ayam jantan dari timur
Kerajaan Makasar mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Hasanuddin (1654-1660). Ia berhasil membangun Makasar menjadi kerajaan yang menguasai jalur perdagangan di wilayah Indonesia Bagian Timur. Hasanuddin berani melawan Belanda yang menghalang-halangi pelaut Makasar membeli rempah-rempah dari Maluku dan mencoba ingin memonopoli perdagangan. Keberaniannya melawan Belanda, ia dijuluki “Ayam Jantan dari Timur” oleh orang-orang Belanda sendiri. Dalam perang ini, Hasanuddin tidak berhasil mematahkan ambisi Belanda untuk menguasai Makasar. Makasar terpaksa menandatangi Perjanjian Bongaya (1667) yang isinya sesuai dengan keinginan Belanda. Dengan perjanjian tersebut:
  1. Belanda memperoleh monopoli dagang rempahrempah di Makasar;
  2. Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makasar;
  3. Makasar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makasar;
  4. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.

11. Kerajaan Banjar
    Kerajaan Demak berhasil membantu mengembalikan Pangeran Tumenggung Samudra sebagai Raja Banjar. Oleh sebab itulah, Raja Banjar tersebut masuk Islam dan mendapat gelar Sultan Suryanullah. Perkembangan agama Islam meluas hampir ke seluruh Kalimantan setelah Raja Banjar masuk Islam. Pengislaman di Kalimantan ini tidak lepas dari peranan Sultan Suryanullah dan para mubalig lainnya, seperti Datok Ri Bandang, Tuan Tunggang Parangan, dan Aji di Langgar berhasil mengembangkan Islam di Kalimantan Timur. Mubalig dari Jawa juga memiliki peranan dalam proses perkembangan Islam di daerah Sukadana, Kalimantan Barat. Selain mubalig dari Makasar dan Jawa, para pedagang Arab juga berperan dalam perkembangan Islam di Kalimantan.

12. Kerajaan Ternate dan Tidore
    Ternate merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja. Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang karena Maluku kaya akan rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat berkembang berkat hasil rempah-rempah terutama cengkih. Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol datang ke Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai sekutunya.
    Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Di lain pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran agama mereka. Penyebaran agama ini mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo, Sultan Khairun dibunuh oleh Portugis.
    Setelah sadar bahwa mereka diadu domba, hubungan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah (1570-1583). Pada masa pemerintahannya, Portugis berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari bantuan Sultan Tidore. Sultan Khairun juga berhasil memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai ke Filipina.
    Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil memperluas pengaruh Tidore sampai ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan dan Misol di Irian.
    Dengan masuknya Spanyol dan Portugis ke Maluku, kehidupan beragama dan bermasyarakat di Maluku jadi beragam: ada Katolik, Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate dan Tidore. Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku bagian tengah dan pengaruh Katolik sangat terasa di sekitar Maluku bagian selatan. Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang sangat terkenal bahkan sampai ke Eropa. Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa dan Asia datang ke Nusantara. Para pedagang itu membawa barang-barangnya dan menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses perdagangan ini pada awalnya menguntungkan masyarakat setempat. Namun, dengan berlakunya politik monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di berbagai bidang, termasuk kesejahteraan masyarakat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kerajaan Islam di Indonesia Lengkap (Kerajaan Islam Pertama dan 12 Kerajaan Islam)"

Posting Komentar