Kerajaan Mataram Islam (Letak, Peninggalan, Raja-Raja, Puncak Kejayaan, Perjanjian Giyanti, Dll)

Kerajaan Mataram Islam merupakan kerajaan Islam yang didirikan oleh Sutawijaya atau Panembahan Senopati pada 1575 M. Setelah menjadi Raja Mataram, Senopati memperluas daerah kekuasaannya, meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan. Letak kerajaan mataram islam adalah di Kota Gede, sebelah tenggara Kota Yogyakarta sekarang ini.
Peta wilayah Kerajaan Mataram Islam
Pengakuan Para Wali:
    Biasanya pengangkatan dan pengesahan seorang sultan dilakukan oleh seorang wali. Sedangkan Sutawijaya tidak diangkat dan disahkan oleh wali sebagai sultan. Itulah sebabnya, sebagian para adipati enggan mengakui.
Masa pemerintahan Panembahan Senopati diwarnai dengan berbagai masalah dan peperangan yang terus menerus. Masalah tersebut terjadi antara Sutawijaya dan para adipati yang tidak bersedia mengakui kekuasaan Sutawijaya sebagai sultan. Mengapa sebagian adipati tidak mau mengakui Sutawijaya sebagai sultan?
    Surabaya, Demak, Ponorogo, Madiun, Kediri, dan Pasuruan tidak mau mengakui kekuasaan Sutawijaya dan berusaha melepaskan diri dari Mataram. Akibatnya, terjadilah pertempuran antara Mataram dan para adipati di Jawa. Pertempuran paling sengit terjadi antara Mataram dan Surabaya pada tahun 1586. Akhirnya, pertempuran itu dapat dihentikan berkat bantuan Sunan Giri. Mataram gagal menahlukan Surabaya, meskipun Surabaya harus mengakui kekuasaan Sutawijaya. Sementara, Demak, Ponorogo, Madiun, Kediri, dan Pasuruan berhasil ditakhlukan sehingga wilayah Mataram masih cukup luas. Bahkan, Cirebon dan Galuh berhasil dikuasai pada tahun 1595.

Peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang terkenal yaitu:
  1. Kasunanan Surakarta dibangun oleh Paku Buwono II pada tahun 1745
  2. Kesultanan Yogyakarta
Peninggalan Kerajaan Mataram Islam adalah kasunanan surakarta dan kesultanan yogyakarta

Raja-Raja Kerajaan Mataram Islam
  1. Sutawijaya (Panembahan Senopati)
  2. Mas Jolang (Panembahan Seda ing Krapyak)
  3. Mas Rangsang (Sultan Agung Senapati Ing Alaga Ngabdurrachman)
  4. Sultan Agung (Puncak Kejayaan)
  5. Amangkurat I
  6. Amangkurat II

Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Sutawijaya yang mendapat limpahan Kerajaan Pajang dari Sutan Benowo kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke daerah kekuasaan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, di Mataram. Sutawijaya kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama.
Pemerintahan Panembahan Senopati (1586-1601) tidak berjalan dengan mulus karena diwarnai oleh pemberontakan-pemberontakan. Kerajaan yang berpusat di Kotagede (sebelah tenggara kota Yogyakarta sekarang) ini selalu terjadi perang untuk menundukkan para bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram, seperti Bupati Ponorogo, Madiun, Kediri, Pasuruan bahkan Demak. Namun, semua daerah itu dapat ditundukkan. Daerah yang terakhir dikuasainya ialah Surabaya dengan bantuan Sunan Giri.
    Setelah Senopati wafat, putranya Mas Jolang (1601-1613) naik tahta dan bergelar Sultan Anyakrawati. Dia berhasil menguasai Kertosono, Kediri, dan Mojoagung. Ia wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak sehingga kemudian dikenal dengan Pangeran Sedo Krapyak.
    Mas Jolang kemudian digantikan oleh Mas Rangsang (1613-1645). Raja Mataram yang bergelar Sultan Agung Senopati ing Alogo Ngabdurracham ini kemudian lebih dikenal dengan nama Sultan Agung yang merupakan raja terbesar Kerajaan Mataram. Pada masa Sultan Agung inilah Mataram mengalami puncak kejayaan.
Sultan Agung - Raja Terbesar Kerajaan Mataram Islam
Ada beberapa hal yang perlu dicatat sebagai kejayaan Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung, antara lain dalam bidang perekonomian, kehidupan masyarakatnya yang agraris berkembang dengan pesat yang didukung oleh hasil bumi yang berupa beras (padi). Di bidang kebudayaan Sultan Agung berhasil membuat kalender Jawa yang merupakan perpaduan tahun saka dengan tahun hijriyah. Dalam bidang seni sastra, Sultan Agung mengarang kitab sastra gending yang berupa kitab filsafat. Sultan Agung juga menciptakan tradisi Syahadatain (dua kalimah sahadat) atau Sekaten, yang sampai sekarang tetap diadakan di Yogyakarta dan Cirebon setiap tahun.
Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai masa keemasan. Pusat pemerintahan dipindahkan ke Plered. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Sultan Agung bercita-cita mempersatukan Jawa. Wilayah kekuasaan Mataram pada masa pemerintahannya, meliputi seluruh Jawa, Madura, dan Kalimantan Selatan. Pusat pemerintahan Mataram berada di wilayah yang disebut Kutanegara, meliputi wilayah Kedu, Pajang, dan Bagelen.
    Adapun di luar wilayah kutanegara disebut wilayah mancanegara yang terbagi menjadi bagian barat dan bagian timur mancanegara, serta mancanegara pesisir. Wilayah-wilayah mancanegara dibagi menjadi beberapa kabupaten dan dikepalai oleh seorang Tumenggung atau Raden Arya. Desa dipimpin oleh seorang lurah atau petinggi dibantu oleh modin. Masyarakat Mataram dapat dibedakan menjadi empat golongan besar, yaitu sebagai berikut.
  1. Kaum bangsawan terdiri atas raja dan keluarganya.
  2. Kaum priyayi yang beranggotakan rakyat terkemuka.
  3. Wong cilik atau kawula alit, yaitu rakyat biasa.
  4. Abdi keraton, yaitu yang mengabdikan diri di kesultanan.
Dalam masa pemerintahannya, Sultan Agung tidak hanya berambisi untuk memperluas wilayah, tetapi juga berusaha meningkatkan derajat kesejahteraan rakyatnya melalui usaha-usaha di bawah ini.
  1. Penduduk di Jawa yang tergolong padat dipindahkan ke Karawang karena daerah ini mempunyai perladangan dan persawahan yang luas.
  2. Dibentuklah suatu susunan masyarakat yang bersifat feodal atas dasar masyarakat yang agraris, yaitu terdiri atas pejabat yang diberi tanah garapan.
  3. Disusunlah buku-buku filsafat, antara lain Sastra Gending, Niti Sastra, dan Astabrata.
Karena merasa sebagai penerus Kerajaan Demak, Sultan Agung menganggap Banten adalah bagian dari Kerajaan Mataram. Namun, Banten tidak mau tunduk kepada Mataram. Sultan Agung kemudian berniat untuk merebut Banten. Namun, niatnya itu terhambat karena ada VOC yang menguasai Sunda Kelapa. VOC juga tidak menyukai Mataram. Akibatnya, Sultan Agung harus berhadapan dulu dengan VOC. Sultan Agung dua kali berusaha menyerang VOC: tahun 1628 dan 1629. Penyerangan tersebut tidak berhasil, tetapi dapat membendung pengaruh VOC di Jawa.
Sultan Agung membagi sistem pemerintahan Kerajaan Mataram seperti berikut.
  1. Kutanegara, daerah pusat keraton. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh Patih Lebet (Patih Dalam) yang dibantu Wedana Lebet (Wedana Dalam).
  2. Negara Agung, daerah sekitar Kutanegara. Pelaksanaan pemerintahan dipegang Patih Jawi (Patih Luar) yang dibantu Wedana Jawi (Wedana Luar).
  3. Mancanegara, daerah di luar Negara Agung. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh para Bupati.
  4. Pesisir, daerah pesisir. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh para Bupati atau syahbandar.
    Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan digantikan oleh Amangkurat I (1645-1677). Amangkurat I menjalin hubungan dengan Belanda. Pada masa pemerintahannya. Mataram diserang oleh Trunojaya dari Madura, tetapi dapat digagalkan karena dibantu Belanda.
    Amangkurat I kemudian digantikan oleh Amangkurat II (1677-1703). Pada masa pemerintahannya, wilayah Kerajaan Mataram makin menyempit karena diambil oleh Belanda.
Setelah Amangkurat II, raja-raja yang memerintah Mataram sudah tidak lagi berkuasa penuh karena pengaruh Belanda yang sangat kuat. Bahkan pada tahun 1755, Mataram terpecah menjadi dua akibat Perjanjian Giyanti. Dalam Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua wilayah kerajaan sebagai berikut.
  1. Daerah Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono.
  2. Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono.
Akibat Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan Mataram semakin jauh sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat keluarga raja yang masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasuhunan Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.

Keadaan Sosial Ekonomi Kerajaan Mataram Islam
    Kehidupan sosial ekonomi Mataram cukup maju. Sebagai kerajaan besar, Mataram maju hampir dalam segala bidang, pertanian, agama, budaya. Pada zaman Kerajaan Majapahit, muncul kebudayaan Kejawen, gabungan antara kebudayaan asli Jawa, Hindu, Buddha, dan Islam, misalnya upacara Grebeg, Sekaten. Karya kesusastraan yang terkenal adalah Sastra Gading karya Sultan Agung. Pada tahun 1633, Sultan Agung mengganti perhitungan tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan tahun Islam yang berdasarkan perhitungan bulan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kerajaan Mataram Islam (Letak, Peninggalan, Raja-Raja, Puncak Kejayaan, Perjanjian Giyanti, Dll)"

Posting Komentar